Sebuah artikel yang ditulis oleh Adi Budiwiyanto, dari Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BP2B), membicarakan tentang kontribusi
kosakata dari bahasa daerah dalam Bahasa Indonesia. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1285.
Di antara 514 bahasa daerah yang ada di Indonesia, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memuat kosakata kurang lebih 70 bahasa dan
beberapa dialek. Dalam KBBI edisi keempat itu, terdapat entri sebanyak 3.592
kosakata dari bahasa daerah.
Bahasa Using menduduki tempat ke 9 dari 70 bahasa daerah
yang memberi kontribusi kosakata dalam KBBI, sebanyak 46 kata atau 1,28 persen.
Memang terasa sedikit dibanding bahasa Jawa 1109 kata atau 30,87 persen, tapi
sudah lebih bagus dari bahasa-bahasa daerah lain seperti Batak (32 kata), Bugis
(24) dan bahasa daerah lain.
Jelas oleh BP2B, bahasa Using dikategorikan sebagai sebuah
bahasa dan bukan dialek Jawa. Barangkali, artikel ini menjadi jawaban
orang-orang Banyuwangi yang masih meragukan kedudukan Bahasa Using dalam
percaturan perbahasaan nasional. Terlebih lagi saat munculnya, Pergub
19/2014 tentang Mata Pelajaran Bahasa Daerah sebagai Muatan Lokal Wajib di
Sekolah/Madrasah
dan Perda Jatim No. 9/2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan. Tiba-tiba beberapa orang Banyuwangi, seperti
kehilangan kepercayaan diri terhadap bahasanya sendiri. Pergub tersebut, memang
tidak secara hitam putih menyebut bahasa Using sebagai bahasa lokal yang boleh
diajarkan di sekolah. Orang-orang itu lupa bahwa Banyuwangi mempunyai Perda No. 5 tahun 2005 tentang Pengajaran
Bahasa Using di sekolah.
Soal
kosakata Bahasa Using, mau tidak mau orang merujuk pada Kamus Bahasa Daerah USING-INDONESIA yang disusun oleh Hasan Ali.
Sejauh pengamatan saya, kamus ini adalah kamus Using yang terlengkap di dunia.
Meski tidak pernah diperbaharui lagi sejak diterbitkannya tahun 2002, mentok
sampai cetakan kedua, tidak ada produk kamus Using yang bahkan mendekatinya.
Wajar saja, kamus ini menjadi rujukan banyak orang mengenai bahasa Using.
Yang
membuat penyusunnya perlu diacungi jempol adalah beliau ini tak hanya menyusun
kamus dengan kurang lebih 24.000 entri, beliau juga menulis buku tentang Bahasa
Using yang lain yaitu Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Using (Cara Menulis dan Membaca Bahasa Using) dan Tata Bahasa Baku BAHASA USING.
Dan
tidak berhenti di sana. Perjuangannya yang lebih dahsyat lagi adalah: membawa
Bahasa Using menjadi pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah. Jadi apapun
yang dikatakan orang, apakah itu kamus merupakan opini penulisnya, tidak
mengurangi nilai kerja keras beliau menghasilkan buku-buku yang menjadi dasar
rujukan seluruh pengajaran Bahasa Using sekarang.
Dengan
jiwa besar beliau, kalau pun masih hidup, barangkali beliau tidak akan
mengatakan begini kepada pengritiknya: Ini bukuku, ini kamusku. Mana bukumu,
maka kamusmu?” Karena saya sangat tahu, beliau sangat menghormati orang-orang
yang secara pemikiran berseberangan dengannya.
Meskipun orang-orang yang berseberangan dengan beliau tersebut,
kemampuannya hanya pada mencela pekerjaan beliau dan tidak pernah berbuat apa-apa
terhadap bahasa Using. Para pencela itu tidak pernah menulis buku, tidak pernah
menulis kamus. Hanya mencela. Yang artinya tidak membangun Bahasa Using, malah
ingin menghancurkannya.
Dengan
begitu terang-benderangnya kedudukan Bahasa Using di BP2B, maka keraguan yang
dikumandangkan sekelompok orang dengan mempersoalkan lagi masalah ejaan adalah
langkah mundur. Oh ya, BP2B, menulis dengan ejaan USING dan bukan memakai ejaan yang lain.
Lebih
penting adalah memikirkan bagaimana guru-guru bisa mendapat lebih banyak buku
pengayaan untuk materi ajar, bagaimana guru-guru bisa meningkatkan pengetahuan
tentang Bahasa Using dengan mengadakan pelatihan-pelatihan. Dan harus
dipikirkan pula, bagaimana kesinambungan ribuan siswa yang saat ini menerima pelajaran
Bahasa Using di sekolah, jika masih saja berkutat dan meributkan masalah ejaan
dan kedudukan Bahasa Using itu sendiri.
#SingKakeyanBecong
#SanggaKamusBanyuwangi #Siji-sijineKamusBasausing
iwandear@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar