Rabu, 29 Juni 2016

Bahasa Using Baku



Generasi Banyuwangi yang menjalani masa sekolah SD sebelum tahun 2000 memang tidak pernah merasakan pelajaran Bahasa Using. Dan itu adalah generasi yang sekarang berumur 25-an ke atas, yang bisa dikatakan buta bahasa Using baku.
Jadi tidak bisa ‘dipaido’ kalau ada yang masih suka mengklaim bahwa bahasa Using di desanya paling deles dan menuliskannya dengan cara semaunya sendiri.
Bahasa Using tulis yang baku sudah diajarkan di sekolah-sekolah. Meski bahasa Using sudah diperkenalkan terbatas pada tiga kecamatan tahun 1997, baru pada tahun 2006 lah Dewan Kesenian Blambangan mengeluarkan dua buku yang sangat penting:

1.       Tata Bahasa Baku Bahasa Using

2.       Pedoman Umum Ejaan Bahasa Using (Cara Menulis dan Membaca Bahasa Using)


Isi buku tersebut, antara lain menjawab pertanyaan orang-orang Banyuwangi yang belum pernah belajar penulisan baku, misalnya mengapa ditulis “Using” bukan “Osing”.

Mengapa perlu bahasa baku? Penulisan baku diperlukan justru untuk menyatukan berbagai dialek yang ada pada bahasa Using. Sama seperti bahasa Inggris, dialek Ratu, dialek Cockney di London timur, dialek Amerika, dialek Australia, tulisannya sama, meskipun cara mengucapkannya lain-lain. Bahasa Indonesia juga begitu. Sebuah kata, dibaca dengan berbagai variasi bunyi karena yang mengatakan orang dari Medan, Jawa, NTT yang berbeda-beda cara mengucapkannya. Tetapi tulisannya tetap sama. Tidak apa-apa, sah-sah saja.

Nah, bentuk ragam baku inilah yang sudah diajarkan di sekolah-sekolah dari tahun 1997 sampai sekarang. Lantas bahasa Using, dialek mana yang dipakai? Kemiren? Parijatah? Mangir? Apakah memakai /bain/, /bawin/, /bahin/, /byaen/, /bewen/? Dialek dalam bahasa Using begitu banyak. /Isun/? /Ihun/? /Isen/? /Un/? Atau /paran/? /Paren/? /Paen/? Di sinilah perlunya pembakuan, sehingga semua orang merujuk pada penulisan yang sama tetapi boleh mengucapkan sesuai dengan dialeknya masing-masing.

Jadi,

/isun/ adalah yang baku. /isen/ /ihun/ ini lebih ke variasi bahasa percakapan.

/bain/ adalah yang baku. /baen; bewen; bawin; bahin/ adalah variasi ucapnya.

Dalam pengucapan, semua dialek benar adanya. Tidak ada desa yang lebih deles dari desa lainnya.

Kalau kita sedang menuliskan sesuatu dan kita ragu-ragu, kemana kita mesti mengecek kebakuan kata tersebut? Lihat di Kamus Bahasa Daerah Using-Indonesia, yang juga diterbitkan oleh DKB tahun 2002.

Kamus itu adalah kamus pertama dan belum pernah direvisi selama ini, sehingga banyak pula kata-kata yang belum tercatat di sana. Untuk itu, apabila ada keraguan, dan dalam kamus kata itu belum ada, kita bisa menggunakan prinsip-prinsip yang ada pada buku Tata Ejaan Bahasa Using. Atau bertanyalah pada guru yang mengajarkan bahasa Using. Atau pada grup diskusi  FaceBook seperti Pelajaran Bahasa Using. Jadi kesalahannya tidak diulang-ulang. Kalau kita semua sudah membiasakan diri untuk menulis sesuai dengan aturan yang baku, niscaya bahasa Using akan lebih kuat. Kalau kita seenaknya menulis seperti kemauan kita, sama saja dengan meruntuhkan bangunan bahasa Using yang sudah dibangun oleh para pendahulu yang meletakkan dasar untuk pengajaran bahasa Using.

Jadi jangan lagi menulis:

/ojo/ tapi tulislah /aja/

/osing; oseng/ tapi tulislah /using/

/apuo/ tapi tulislah /apuwa/

/dadung/ tapi tulislah /dhadhung/

Kadhung dudu rika isun, sapa maning hang arep nguri-nguri basa Using?

 
iwandear@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar