Pada saat Lomba, panitia tidak hanya menampilkan presentasi
para finalis saja. Justru yang menurut saya sangat menarik adalah pidato
beberapa pakar pariwisata yang diundang memberi pencerahan sebelum presentasi
dilaksanakan.
Misalnya ada Richard Butler, penerima penghargaan tertinggi
untuk perorangan dari UNWTO tahun 2016 ini. Butler menggaris mengenalkan
tentang Siklus Kehidupan Tempat Wisata. Seperti benda dan makhluk hidup, tempat
wisata mempunyai siklus juga: Berkembang, Tumbuh dan akhirnya Menurun. Setiap
saat harus ada penyegaran, sehingga sebuah tempat wisata bisa terus menjadi
tempat yang menarik untuk pengunjung. Antara lain dengan menampilkan
atraksi-atraksi baru.
Dinamisasi menjadi suatu keharusan untuk daerah tujuan pariwisata,
sebagai bentuk untuk berkembang. Inovasi bisa dilakukan dengan cari Adoption
(adopsi), Adaptation (penyesuaian) dan Appplication (aplikasi).
Misalnya, Adopsi terjadi pada dunia pariwisata, misalnya jaman
dahulu mobil salju hanya digunakan untuk Penyelamatan. Sekarang mobil salju
(mobil yang rodanya menggunakan gabungan ski dan roda berantai), menjadi bagian
dari tempat rekreasi.
Adaptasi, misalnya bagaimana sekarang hotel menggunakan
perangkat komunikasi internet untuk mengurus pemesanan (booking).
Aplikasi, dalam usaha “memperbaiki” kondisi wisata sehingga
bisa mencapai “sustainable tourism” dilakukan usaha-usaha. Misalnya, mengajak
para tamu hotel, untuk tidak mencuci handuknya setiap hari, sehingga bisa
menghemat air dan sabun yang berpotensi menghabiskan lebih banyak energi.
Ada juga seorang anak muda Caroline Meledo, Senior Manager
Corporate Responsibility jaringan hotel Hilton yang tersebar di 76 negara
dengan 370 hotelnya, yang memberi sajian menarik. Dengan jaringannya yang
sangat luas itu, hotel Hilton mencari terobosan sederhana untuk dapat memperbaiki
lingkungan. Tidak hanya berhenti dengan Penundaan mencuci handuk, bahkan
sabun-sabun batangan kecil sisa dari masing-masing kamar, mau dikemanakan?
Dalam program Soap Recycling, Hilton mengajari para pemuda
di beberapa negara, mengolah sabun sisa, mensterilkannya, dan membuat sabun
baru lantas kemudian dijual. Dengan cara begini, para pemuda yang dilatih bisa
menghasilkan 1,6 juta sabun baru dan melahirnya 155.000 pengusaha baru.
Petinggi Facebook, yang membawahi Travel Strategy globalnya,
Lee McCabe juga ikut memberi pencerahan soal bagaimana dunia maya mempengaruhi
perkembangan pariwisata.
Facebook yang dulu hanya muncul dalam komputer meja,
sekarang merambah dunia gawai bergerak dengan percepatan yang luar biasa dan
menjadikan mesin uang, karena tahun 2015 ada 8.2 milyar dollar belanja iklan
yang dihasilkan dari dunia maya.
Percepatan itu terlihat dari berkurangnya waktu sebuah media
baru merambah penggunanya. Sudah diukur bagaimana sebuah media mencapai 50 juta
orang. Radio perlu 38 tahun, tv perlu 13 tahun, internet perlu 4 tahun,
Facebook perlu 3.5 tahun dan I-pod hanya perlu 3 tahun.
Dunia aplikasi merambah seluruh aspek kehidupan manusia. Tak
hanya mobil, hotel, penerbangan dan Virtual Reality (vr). Saat ini bahkan calon
wisatawan bisa melihat 360 video sebuah tempat wisata, dengan video yang
bergerak seperti kemauannya masing-masing.
Singkatnya, inovasi itu adalah Connection (koneksi),
Convenience (Kenyamanan) dan Context (personalisasi media).
Dan mengutip Steve Jobs, koordinator Knowledge Network
UNWTO, Eunji Tae mengatakan inovasi membedakan seorang pemimpin dan pengekor.
Dan sebuah pepatah Cina, mengatakan, kalau angin berhembus kencang, sebagian
orang membangun tembok untuk berlindung, sebagian lagi membangun kincir angin.
Jadi, pariwisata perlu inovasi untuk bisa mencapai tingkatan
yang lebih baik.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar