Jumat, 29 Januari 2016

Ayo tandang kanggo Basa Using!


Setelah seminar basa Using tahun lalu, masih ada orang Banyuwangi yang mempermasalahkan Peraturan Gubernur Jatim No. 19 tahun 2014. Pergub ini dalam Pasal 2 mengatakan:

“Bahasa daerah diajarkan secara terpisah sebagai mata pelajaran muatan lokal di seluruh sekolah/madrasah di Jawa Timur, yang meliputi Bahasa Jawa dan bahasa Madura, dengan Kurikulum sebagaimana tersebut dalam Lampiran.”

Pasal ini yang membikin kebakaran jenggot, termasuk Dewan Kesenian Blambangan (DKB), yang akhirnya memboikot seluruh acara pemprov Jatim. Seakan-akan dunia kiamat setelah bahasa Using tidak disebut-sebut dalam Pergub tersebut. Dan sebagian orang Banyuwangi dan yang mengatasnamakan masyarakat Banyuwangi, ngotot agar Pemprov Jatim menarik Pergub yang dikeluarkan tanggal 3 April 2014.
Sebenarnya, tanggal 22 Agustus 2014 (jadi usianya lebih muda dari Pergub), keluar sebuah Peraturan Daerah Jawa Timur no. 9 tahun 2014.

Pasal 18, Perda tersebut mengatakan :
“Bahasa daerah yang diajarkan sebagai muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ialah Bahasa Jawa atau Bahasa Madura atau bahasa lainnya yang digunakan oleh masyarakat di wilayah kabupaten/kota setempat.”

Jadi, sudah jelas terang benderang, kita orang Banyuwangi sebenarnya tidak perlu ‘ngereken’ Pergub tersebut. Anggap saja Pergub tersebut tidak ada, karena secara hukum, Perda, yang dikeluarkan oleh eksekutif dan legislatif, kedudukannya lebih tinggi dari Pergub, yang hanya dikeluarkan oleh pihak eksekutif.
Apalagi Banyuwangi sudah mempunyai Perda Kabupaten Banyuwangi no. 5 tahun 2007, diundangkan tanggal 23 November 2007, sehingga tinggal usaha kita untuk menguatkan Perda Kabupaten dan yang sudah dikuatkan juga oleh Perda provinsi.

Mempersoalkan Pergub tersebut, hanyalah alasan untuk menutup-nutupi sebenarnya tidak banyak yang kita lakukan terhadap bahasa Using. Kita sedang mencari kambing hitam terhadap mandegnya perkembangan bahasa Using. Tidak usah sok “nasionalis” membela ditariknya kembali Pergub tersebut, sementara kita tidak melakukan apa-apa untuk bahasa Using itu sendiri. Pembelaan terhadap bahasa Using adalah berkarya sebanyak-banyaknya dengan menggunakan bahasa Using dengan aturan-aturan yang sudah jelas rujukannya. Tidak dengan mengobrak-abrik seenaknya sesuai selera masing-masing pribadi. Yang sebenarnya, ini lebih parah dari aturan Pergub efeknya, yaitu merusak bahasa Using yang sudah diajarkan di sekolah-sekolah dari tahun 1997.
Makanya, ayo bergerak untuk bahasa Using, perbanyak karya sastra lisan dan tulis serta karya lainnya, sehingga makin terasa pemberdayaan terhadap bahasa Using.  

Ayo tandang, sing kakeyan becong!

Jumat, 22 Januari 2016

Banyuwangi menuju Spanyol (Indonesia, juara dunia)

Siang hari sebelum acara malam penganugerahan juara, rombongan Indonesia diajak mengunjungi pameran wisata dunia FITUR di Ifema Madrid. Setelah mendaftar untuk mendapatkan badge, kami segera menuju Paviliun Indonesia.
   Di bagian informasi, dekat pintu masuk, saya mendapatkan majalah Fitur daily 1, yaitu sebuah majalah khusus yang diterbitkan panitia pameran untuk menunjang pameran. Sebuah foto yang tidak asing lagi, menghias halaman depannya. Siapa lagi kalau bukan orang Panderejo, Banyuwangi, menteri Pariwisata Arif Yahya. Siapa tidak ikut bangga melihat orang Banyuwangi yang mendunia.
   Setelah sampai ke paviliun Indonesia yang menampilkan banyak destinasi wisata, saya melihat kerumunan orang-orang yang ingin berfoto. Ah...ada tiga utusan dari Banyuwangi yang membawa konsep busana pernikahan versi BEC. Paviliun Indonesia menjadi sangat meriah dengan adanya tiga orang yang menampilkan busana yang begitu semarak dan penuh dengan ornamen yang indah.
   Sorenya, kami balik ke hotel untuk ganti baju dan langsung balik lagi ke tempat pameran, karena Gala dinernya dilaksanakan di sebelah tempat pameran. Panitia sebelumnya menginformasikan agar para finalis, berkumpul lebih awal karena ada briefing. Saat itu saya tanyakan, apakah nantinya akan ada pidato kemenangan? Dijawab kemungkinan besar tidak, hanya sekedar foto bersama.
   Gala diner di sebuah ruangan mirip ballroom dengan lebih dari 40 meja. Dari segi penempatan, sebenarnya saya sudah agak ragu. Tim dari Indonesia, Puerto Riko, Nepal, Kamboja, berada agak di belakang. Bersebelahan dengan Tim Indonesia lainnya Garuda Coca Cola dan Yayasan Karang Lestari Bali di meja sebelah.
   Sementara utusan Kenya, yang merupakan saingan Banyuwangi, berada di dekat panggung. Biasanya panitia mengatur, pemenang berada di dekat panggung, supaya saat diumumkan mereka lebih cepat untuk naik ke panggung.
   Ternyata saat diumumkan, Banyuwangilah juaranya. Pak Bramuda, langsung maju ke depan pentas. Cara membacakan pengumumannya, memang agak aneh. Juara satu disebut lebih dahulu, kemudian runner up pertama dan runner up kedua. Untung untuk kategori lainnya, dibaca dengan benar, dari yang buncit menuju juara pertama.
   Dalam pidato kemenangan yang mendadak dan tanpa persiapan, Pak Bram mengucapkan terimakasih kepada Pak Anas, Kementrian Pariwisata dan "Welcome to Indonesia, Wonderful Indonesia."
   Berikut press release yang dikeluarkan panitia:
Sebuah kabar menggembirakan, Indonesia diwakili Banyuwangi berhasil meraih predikat Juara Dunia dalam ajang United Nations World Tourism Organization (UNWTO) Awards for Excellence and Innovation in Tourism ke-12. Banyuwangi keluar sebagai "The Winner of Re-Inventing Government in Tourism" dalam kategori UNWTO Awards for Innovation in Public Policy Governance” atau "Inovasi Kebijakan Publik dan Tata Kelola Pemerintahan".

Ajang internasional bergengsi yang diselenggarakan sejak 18 Januari 2016 tersebut merupakan penghargaan inovasi di sektor pariwisata yang diselenggarakan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membidangi sektor Pariwisata dunia, yaitu UNWTO.

Banyuwangi menjadi pemenang setelah bersaing ketat dengan 3 negara lainnya dalam kategori yang sama yakni Kenya, Kolombia dan Puerto Rico. Indonesia menjadi satu-satunya negara dengan tiga nominasi sekaligus bersaing dengan 109 proyek lainnya yang digagas oleh berbagai negara, yaitu: Kolombia, Kenya, Puerto Rico, Lithuania, Spanyol, Swiss, Kamboja, Nepal, Afrika Selatan, Kroasia, dan Korea Selatan.

Banyuwangi sukses mempresentasikan tema besar strategi pengembangan pariwisata berkelanjutan pada 18 Januari 2016 dalam event 12th UNWTO Awards Forum di Madrid, Spanyol. Program yang digadang Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, tersebut memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) di bidang pariwisata.

Selain itu Banyuwangi juga memaparkan bagaimana daerahnya mengidentifikasi potensi wisata yang dimilikinya, menjaga kearifan lokalnya, hingga pengembangan pariwisata bersama stakeholder. Khusus yang menjadikan faktor penentu perkembangan pariwisata Banyuwangi adalah dicanangkannya program ekoturisme yang berpatokan pada dua hal, yaitu budaya dan keindahan alam.

Capaian Banyuwangi juara dalam 12th UNWTO Award menjadi hal istimewa mengingat sejak 2003 atau sejak awal bergulirnya ajang penghargaan tersebut, Indonesia tidak pernah sekalipun berhasil keluar sebagai juara. Indonesia menempatkan wakil di 3 kategori, 2 kategori menjadi The 1st Runner Up, dan menjadi juara 1. Dengan keberhasilan itu berhasil mengangkat pariwisata Indonesia dan semakin diakui dunia Internasional.

Selain Banyuwangi, dua wakil Indonesia turut menjadi finalis di dua kategori lain. Garuda Indonesia berhasil mendapatkan nomine "Innovation in Enterprises" dengan program "Bali Beach Clean Up", dan Yayasan Karang Lestari melalui program "Coral Reef Reborn" dalam katregori "Innovation in Non-Governmental Organizations".

Ajang United Nations World Tourism Organization (UNWTO) Awards for Excellence and Innovation in Tourism ke-12 memiliki 4 nominasi, yaitu: UNWTO Award for Innovation in Public Policy and Governance, UNWTO Award for Innovation in Enterprises, UNWTO Award for Innovation in Non-Governmental Organizations, dan UNWTO Award for Innovation in Research and Technology.

UNWTO sendiri adalah organisasi pariwisata dunia yang merupakan bagian dari PBB. UNWTO saat ini beranggotakan 157 negara, 6 anggota asosiasi, dan 480 anggota afiliasi dari sektor swasta, lembaga pendidikan, serta otoritas pariwisata. UNWTO menawarkan dukungan dalam memajukan pengetahuan tentang kebijakan pariwisata di seluruh dunia. Sebagai organisasi internasional terkemuka di bidang pariwisata, UNWTO bertugas mempromosikan pariwisata sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, pembangunan yang inklusif dan kelestarian lingkungan.

Berikut rincian pemenang utama 12th UNWTO Award:

Inovasi kebijakan publik:
1. Indonesia (Pemkab Banyuwangi)
2. Medellin, Colombia.
3. Puerto Riko

Kategori NGO:
1. Nepal
2. Indonesia (Yayasan Karang Lestari, Pemuteran, Bali)
3. Kamboja

Kategori enterprises:
1. Lithuania
2. Indonesia (Garuda dan Coca Cola)
3. Switzerland

Release Indonesia.Travel

Rabu, 20 Januari 2016

Pariwisata Banyuwangi menuju Spanyol (6)


Pada saat Lomba, panitia tidak hanya menampilkan presentasi para finalis saja. Justru yang menurut saya sangat menarik adalah pidato beberapa pakar pariwisata yang diundang memberi pencerahan sebelum presentasi dilaksanakan.

Misalnya ada Richard Butler, penerima penghargaan tertinggi untuk perorangan dari UNWTO tahun 2016 ini. Butler menggaris mengenalkan tentang Siklus Kehidupan Tempat Wisata. Seperti benda dan makhluk hidup, tempat wisata mempunyai siklus juga: Berkembang, Tumbuh dan akhirnya Menurun. Setiap saat harus ada penyegaran, sehingga sebuah tempat wisata bisa terus menjadi tempat yang menarik untuk pengunjung. Antara lain dengan menampilkan atraksi-atraksi baru.

Dinamisasi menjadi suatu keharusan untuk daerah tujuan pariwisata, sebagai bentuk untuk berkembang. Inovasi bisa dilakukan dengan cari Adoption (adopsi), Adaptation (penyesuaian) dan Appplication (aplikasi).

Misalnya, Adopsi terjadi pada dunia pariwisata, misalnya jaman dahulu mobil salju hanya digunakan untuk Penyelamatan. Sekarang mobil salju (mobil yang rodanya menggunakan gabungan ski dan roda berantai), menjadi bagian dari tempat rekreasi.

Adaptasi, misalnya bagaimana sekarang hotel menggunakan perangkat komunikasi internet untuk mengurus pemesanan (booking).

Aplikasi, dalam usaha “memperbaiki” kondisi wisata sehingga bisa mencapai “sustainable tourism” dilakukan usaha-usaha. Misalnya, mengajak para tamu hotel, untuk tidak mencuci handuknya setiap hari, sehingga bisa menghemat air dan sabun yang berpotensi menghabiskan lebih banyak energi.

Ada juga seorang anak muda Caroline Meledo, Senior Manager Corporate Responsibility jaringan hotel Hilton yang tersebar di 76 negara dengan 370 hotelnya, yang memberi sajian menarik. Dengan jaringannya yang sangat luas itu, hotel Hilton mencari terobosan sederhana untuk dapat memperbaiki lingkungan. Tidak hanya berhenti dengan Penundaan mencuci handuk, bahkan sabun-sabun batangan kecil sisa dari masing-masing kamar, mau dikemanakan?

Dalam program Soap Recycling, Hilton mengajari para pemuda di beberapa negara, mengolah sabun sisa, mensterilkannya, dan membuat sabun baru lantas kemudian dijual. Dengan cara begini, para pemuda yang dilatih bisa menghasilkan 1,6 juta sabun baru dan melahirnya 155.000 pengusaha baru.

Petinggi Facebook, yang membawahi Travel Strategy globalnya, Lee McCabe juga ikut memberi pencerahan soal bagaimana dunia maya mempengaruhi perkembangan pariwisata.

Facebook yang dulu hanya muncul dalam komputer meja, sekarang merambah dunia gawai bergerak dengan percepatan yang luar biasa dan menjadikan mesin uang, karena tahun 2015 ada 8.2 milyar dollar belanja iklan yang dihasilkan dari dunia maya.

Percepatan itu terlihat dari berkurangnya waktu sebuah media baru merambah penggunanya. Sudah diukur bagaimana sebuah media mencapai 50 juta orang. Radio perlu 38 tahun, tv perlu 13 tahun, internet perlu 4 tahun, Facebook perlu 3.5 tahun dan I-pod hanya perlu 3 tahun.

Dunia aplikasi merambah seluruh aspek kehidupan manusia. Tak hanya mobil, hotel, penerbangan dan Virtual Reality (vr). Saat ini bahkan calon wisatawan bisa melihat 360 video sebuah tempat wisata, dengan video yang bergerak seperti kemauannya masing-masing.

Singkatnya, inovasi itu adalah Connection (koneksi), Convenience (Kenyamanan) dan Context (personalisasi media).

Dan mengutip Steve Jobs, koordinator Knowledge Network UNWTO, Eunji Tae mengatakan inovasi membedakan seorang pemimpin dan pengekor. Dan sebuah pepatah Cina, mengatakan, kalau angin berhembus kencang, sebagian orang membangun tembok untuk berlindung, sebagian lagi membangun kincir angin.

Jadi, pariwisata perlu inovasi untuk bisa mencapai tingkatan yang lebih baik.

 

(Bersambung)

Pariwisata Banyuwangi menuju Spanyol (Bagian 5)


Malam dingin sekali. Suhu di Madrid mencapai 1-8 derajat. Saat menuju tempat tidur, Pak Bram lupa mematikan telepon. Jadilah malam itu sekitar pukul dua, ada panggilan semacam wake-up call dari Banyuwangi untuk Pak Bram, karena di Banyuwangi sudah pukul 8 pagi, saat untuk mengawali hari kerja. Tapi saya tidur lagi, karena esoknya badan harus fit, cukup tidur. Subuh jam 06.59 hari itu, jadi masih agak lama.

Setelah bangun, kami berdua masih meneruskan persiapan presentasi. Khususnya, merevisi skrip yang akan disampaikan Pak Bram nanti pada Forum Lomba United Nations World Tourism Organization (UNWTO) di gedung Palacio Neptuno.

Jam 07.00 sebenarnya sudah bisa makan pagi ala Eropa yang serba dingin. Tapi karena skrip belum 100 persen siap, kami tetap merevisi. Jam 08.00 baru kami turun makan pagi. Di restoran hotel tempat sarapan ala Eropa, cuma ada roti baget yang keras, roti bulan sabit croissant, keju, telor rebus, susu sapi segar, jus buah dan berbagai macam buah segar maupun buah kaleng seperti peach, pir, nanas dan melon. Untung ada kus-kus, yang seperti nasi, disajikan hangat. Sarapan ditutup dengan teh hangat atau kopi.

Jam  09.00 bis jemputan sudah menunggu di depan hotel kami yang terletak agak di luar kota Madrid. Kami akan singgah sebentar makan siang di restoran makan siang lebih awal, karena setelah berada di gedung tempat lomba, kita tidak ada waktu makan siang lagi, sampai jam 21.00!

Menuju resto bernama Amayra yang terletak di jalan Calle Alcala di tengah kota Madrid, kami melewati beberapa perempatan dengan patung-patung orang terkenal, antara lain Columbus yang menemukan benua baru Amerika.

Dalam perjalanan, menuju tempat makan yang berada di daerah pusat kota Madrid, pemandu wisatanya bercerita untuk tetap berhati-hati ketika kita berada di kawasan ramai. Ternyata pencopet tidak hanya ada di negara-negara berkembang, tapi di negara maju sekalipun juga ada.

Setelah makan siang, kami diburu untuk segera ke tempat lomba di Palacio Neptuno atau Istana Neptunus, sang Dewa Laut dalam mitologi Yunani. Ternyata disebut begitu karena gedung itu terletak di perempatan yang berdiri sebuah patung Neptunus. Panitia mengingatkan kami rombongan Indonesia, untuk lebih awal mendaftar karena pemeriksaan keamanan agak ribet.

Sesampainya di tempat, kami segera berkoordinasi dengan bagian teknis panitia yang mengurus soal materi yang akan ditayangkan dan presentasinya. Sebenarnya, seminggu sebelum acara pun kami sudah mengirimkan materi video dan presentasi yang akan disampaikan. Namun panitia bersikeras kepada kami untuk merevisi materi karena dianggap terlalu panjang. Sehingga, hal pertama  yang kami kerjakan adalah memastikan bahwa materi presentasi sudah sesuai dengan keinginan panitia.

Pada mulanya, tulisan yang disajikan dari tim Banyuwangi kepada panitia adalah: Empat strategi yang digunakan oleh Pemda Banyuwangi mengembangkan pariwisata. Empat strategi itu adalah:

1.       Mengubah mindset pegawai negeri jadi sekedar pegawai serta birokrat pada pemerintah daerah sehingga berubah menjadi seorang dengan mental wirausahawan yang tangguh.

2.       Membranding seluruh kegiatan wisatanya, dan menyebarkannya melalui berbagai media, utamanya media sosial.

3.       Pada tingkat pimpinan, pengambilan keputusan direvolusi dengan memakai bantuan teknologi sederhana seperti whatsapp. Masing-masing pimpinan unit kerja daerah, menjadi anggota whatsapp grup. Seluruh permasalahan dibicarakan lewat forum ini. Hasilnya, proses administrasi birokrasi yang dulu setiap kirim surat perlu waktu tiga hari, dan tiga hari kemudian baru dijawab, sekarang dipotong dalam hitungan menit. Dahulu, masing-masing Unit Kerja Daerah (SKPD) seakan bergerak masing-masing untuk menyukseskan targetnya. Sekarang, untuk gelaran wisata, mereka memberi kontribusi sesuai dengan bidangnya. Misalnya, karpet disediakan bagian umum, pameran diselenggarakan oleh bagian perindustrian dan perdagangan, humas ditangani oleh bagian pariwisata dan seterusnya.

4.       Menggelar event wisata yang menarik, lebih dari 30 event wisata setahun tanpa bantuan penyelenggara event (EO), dan semua ditopang oleh seluruh Unit Kerja pemerintah yang bergotong-royong.

 

Jadi presentasi dari Banyuwangi memerlukan banyak slide untuk menjeberkan masing-masing strateginya. Sementara dari peserta lain, mereka hanya membicarakan satu proyek untuk satu peserta. Mereka melakukannya jauh lebih mudah. Jumlah slide presentasi yang tadinya 42 lembar harus dipangkas menjadi 10 lembar.

Format presentasinya adalah:

1.       Forum dipimpin oleh seorang moderator, yang memberi pengarahan sebentar, mengenalkan para presenter dan memberi pengantar terhadap masing-masing proyek yang ditampilkan.

2.       Presentasi diawali dengan tampilan video satu menit dan kemudian presentasi selama lima menit, untuk menjelaskan seluruh proyek yang ditampilkan.

3.       Setelah semua peserta menyelesaikan tugasnya, moderator akan mengajukan pertanyaan lebih lanjut kepada masing-masing peserta.

 

(Bersambung)

Selasa, 19 Januari 2016

Pariwisata Banyuwangi menuju Spanyol (4)


Perjalanan dari Jakarta menuju Spanyol menggunakan penerbangan Qatar Airways yang tahun lalu menyabet penghargaan Skytrax sebagai penerbangan terbaik dunia. Tidak seperti penerbangan lain, ketepatan waktunya memang boleh dibilang bukan main, sama sekali tidak main-main.

Mengikuti jadwal terbang pukul 00.25, para penumpang sudah mulai masuk pesawat sejam sebelumnya. Pesawat Dreamliner buatan Boeing terbaru itu, sudah mulai meninggalkan tempat menuju landasan pacu, sebelum pukul 00.25 dan 00.25 benar-benar sudah takeoff meninggalkan daratan. Ketepatan waktunya perlu diacungi jempol. Tidak heran dari 259 tempat duduk, cuma satu tempat duduk yang tidak terisi.

Yang tidak kalah menarik adalah bagaimana Qatar Airways menyajikan tata cara prosedur keselamatan dalam penerbangan. Cara standar penerbangan lain, menggunakan awak pesawat untuk memeragakan segala prosedurnya. Mula-mula arahan untuk meletakkan segala barang pada tempatnya. Kalau tekanan dalam kabin turun akan ada masker yang keluar dari tempat di atas kepala penumpang. Andai pesawat terjatuh, penumpang paling depan harus memeluk dengkul, dan yang di belakangnya harus melindungi kepala. Andai pesawat mendarat darurat di air, semua barang harus ditinggal dan turun melalui tangga darurat berupa tangga balon udara.

Ada pula penerbangan yang menggunakan peragaan melalui video monitor di belakang masing-masing kursi, dengan pendekatan yang formal. Hanya memindahkan praktik langsung oleh awak pesawat dengan video. Qatar melakukannya dengan berbeda dan menarik.

Sebagai perusahaan yang menyeponsori salah satu klub sepakbola terbaik di dunia, yaitu Barcelona, Qatar menggunakan para pemain Barca untuk menjadi bagian dari prosedur keselamatan. Dan idiom-idiom lapangan sepakbola yang dikombinasikan dengan prosedur keselamatan. Ada Pelatih yang merapikan sepatu pada tempatnya, ada Messi yang menangkap bola yang dilempar saat dia duduk di atas meja.

Tekanan udara yang turun dalam kabin dan menyebabkan keluarnya masker oksigen, diperagakan saat para penggemar, terutama ibu-ibu dan remaja putri lainnya, seakan kehabisan nafas saat menyambut keluarnya Pique yang ganteng.

Peluit pada baju pelampung, ditiup oleh salah satu penonton di tribun yang menggunakan baju pelampung, menyebabkan Suarez berhenti menggocek bola. Para penumpang duduk di kursi pesawat berjejer di tengah lapangan (seperti saat pemain lawan melakukan pagar betis karena ada tendangan bebas) melakukan gerakan menunduk dan memegangi lututnya, saat Neymar melakukan tendangan bebas dan bola melewati atas kepala menuju gawang lawan dan gol.

Dibandingkan penerbangan lain, saya pikir ini prosedur keselamatan yang paling menarik.

Singkatnya, rombongan tim Pariwisata Indonesia, sampai di bandara Madrid sekitar pukul 14.00 waktu setempat. Saat menunggu kopor di karusel, bertemu rombongan kementrian Pariwisata yang lain, termasuk tiga orang dari Banyuwangi yang akan menampilkan BEC. Acara di Madrid ini termasuk ada acara pameran wisata.
 
 

Bis jemputan sudah menunggu, dan kami menuju hotel Tryp, yang mempunyai gimmick jualan: Madrid: This is my Tryp. Plesetan dari trip yang berarti perjalanan. Sepanjang jalan menuju hotel, terlihat pohon-pohon yang meranggas kehilangan daun karena sudah musim dingin. Temperatur menunjukkan angka 6 derajat Celcius.
 

Sampai hotel, setelah mendapat jatah kamar, saya dan Pak Bram, dapat istirahat sebentar kira-kira dua jam. Setelah itu, makan malam dipercepat pukul 17.30 dan dilanjutkan dengan koordinasi terakhir soal presentasi yang akan dilakukan esok hari.

Tim bekerja sampai pukul 23.00 lebih. Saya dan Pak Bram, masih meneruskan revisi materi yang akan disampaikan besok dalam kamar.  Besok hari Senin merupakan hari yang sangat menegangkan.

Senin, 18 Januari 2016

Pariwisata Banyuwangi menuju Spanyol (Bagian 3)

Penyelenggara Lomba Pariwisata dimana Banyuwangi, Garuda dan Yayasan Karang Lestari Pemuteran, menjadi finalis adalah Badan Pariwisata Dunia, United Nations World Tourism Organization (UNWTO).

Lombanya sudah diselenggarakan tahunan sejak 2003. Menurut websitenya, UNWTO ini mempunyai 153 negara anggota dan 350 anggota Afiliasi dari seluruh dunia.

Kategori yang diselenggarakan dalam lombanya adalah:

1.       Pemimpin yang memberi Kreasi dan Menyebarkan Pengetahuan (Creation and Dissemination of Knowledge) dan Penghargaan Seumur Hidup (Lifetime Achievement)

2.       Inovasi oleh Pemerintah

3.       Inovasi oleh Perusahaan

4.       Inovasi oleh Organisasi Non-Pemerintah

5.       Inovasi bidang Riset dan Teknologi

Lomba tahun ini diikuti oleh 109 proyek yang diajukan dari berbagai negara. Indonesia mengirimkan tiga proposal dan tiga-tiganya masuk menjadi finalis. Selengkapnya sebagai berikut:

A.      Finalis Penghargaan Bidang Inovasi dalam Kebijakan Publik dan Pemerintahan

1.       Kantor Walikota Medellin KOLUMBIA

2.       Kantor Dinas Pariwisata Banyuwangi INDONESIA

3.       Badan Pariwisata Afrika Timur KENYA

4.       Badan Pariwisata Puerto Rico PUERTO RICO


B.      Finalis Penghargaan untuk Inovasi oleh Perusahaan

1.       Projeto Fartura – Plentifulnes Project – BRAZIL

2.       Garuda Indonesia – Membersihkan Pantai Bali Beach – INDONESIA

3.       Anyksciai Regional Park Direction – Jembatan di antara Puncak Pepohonan – LITHUANIA

4.       Melia Hotel – Professional Experience Project Pertama – SPANYOL

5.       Switzerland Explorers Tours – Bis Wisata 100% Elektric pertama di dunia – SWITZERLAND

C.      Finalis Penghargaan untuk Inovasi oleh Organisasi Non-Pemerintah (LSM)

1.       Friends International – Gerakan Menyelamatkan Anak – KAMBOJA

2.       Yayasan Karang Lestari – Penyelamatan Terumbu Karang – INDONESIA

3.       Samrakshak Samuha Nepal – Program Sisterhood of Survivors (SOS) – NEPAL

4.       Children in the Wilderness – AFRIKA SELATAN

D.      Finalis Penghargaan untuk Inovasi di bidang Riset dan Teknologi

1.       Fundacao Parque Tecnologico Itaipu – BRAZIL

2.       Rijeka Tourist Board – Aplikasi Bergerak Bike Rijeka – CROATIA

3.       Organisasi Pariwisata Korea – Platform untuk Wisata Kesehatan Online – REPUBLIK KOREA

Masing-masing finalis akan diminta memperesentasikan kegiatan mereka melalui video dan diterangkan dengan powerpoint pada tanggal 18 Januari di Palacio Neptuno Madrid. Presentasi Banyuwangi disiapkan oleh Pak Bramuda yang dibantu teknisnya oleh Kang Udik. Video satu menit akan ditemani oleh pemaparan power point yang hanya akan diberi waktu lima menit.
Untuk Banyuwangi yang sub-topiknya ada empat, sementara peserta lain hanya satu topik, terlalu banyak ide yang harus dituangkan. Lebih 40 slides seakan belum cukup untuk menerangkan semuanya. Terlalu banyak informasi yang harus dibuang.
Pengumuman pemenangnya akan diselenggarakan tanggal 20 Januari di Madrid Spanyol dalam sebuah acara Gala Dinner.
Seluruh peserta dari Indonesia dikumpulkan di kantor kementrian Pariwisata di Gedung Sapta Pesona tanggal 7 Januari 2016. Semua peserta final, diminta menyajikan video sepanjang 1 menit dan presentasi yang akan dikirimkan ke panitia di Spanyol.

Setelah dikirim dengan waktu tenggatnya tanggal 12 Jan, saya tinggal menunggu keluarnya visa, dan berdoa banyak-banyak agar Indonesia, khususnya Banyuwangi, dapat menyabet predikat pemenang.

Pemerintah Banyuwangi sekarang, di luar kontroversinya, perlu diacungi jempol dalam hal pariwisata khususnya. Meski merekapun bekerja dalam bidang-bidang lain untuk memberi pelayanan terbaik untuk masyarakat.

Tak heran, sejak 2012 lebih dari 75 penghargaan disabetnya, termasuk 6 di bidang pariwisata. Penghargaan UNWTO kalau Banyuwangi menang, merupakan yang pertama, tak hanya untuk Banyuwangi, tetapi untuk Indonesia.

iwandear@gmail.com

Minggu, 17 Januari 2016

Pariwisata Banyuwangi menuju Spanyol (bagian 2)

Banyuwangi diikutsertakan ke lomba Pariwisata di Spanyol. Sepulang dari Banyuwangi, saya sudah punya sedikit gambaran tentang apa yang harus saya tulis. Hari sudah Senin, dan deadlinenya hari Kamis.
Sabtu sebelumnya Pak Bramuda, banyak bercerita tentang kemajuan yang dicapai Kabupaten Banyuwangi dan saya melihat ada empat hal penting dalam presentasinya.
Berikut hasil tulisannya yang dikirim ke panitia lomba UNWTO di Spanyol:
 Abstract:

Before 2012, the regency’s name, Banyuwangi, was barely heard especially among foreign visitors. Despite its strategic position, next to the mecca of Indonesian tourism of Bali island, and its wonderful natural assets from white sandy beaches to volcanoes, from culinary products to cultural performance and sacred rituals, Banyuwangi remained a sleepy neglected small town.
Within three years, the regency on the eastern tip of Java island has won more than 70 awards, with six of them on tourism sector, thanks to the radical transformation of the local government. Defying the usual negative perceived stereotypes of the local government officials, the local government has made a strategic move of reinventing the government. The decision includes, among others, blending its traditional functions to serve in areas of education, health, and social and to take care of the infrastructures , with a more goal-oriented and powerful-branding-machine team and speeding up the decision making process and mutual inter-dependency among government officials.

Armed with a simple communication technology such as Whatsapp and Blackberry Messenger, the usual three to four days of exchanging papers for administration has been cut into minutes of useful decision-making process.
This paper provides four key strategies made by the local government of Banyuwangi, the extent to which re-inventing the local government with ICT in a developing country can provide opportunities in establishing its tourism industry. 

Four winning strategies, keys to the success of developing sustainable tourism in Indonesia: The Banyuwangi case
The practice of taking advantage of the internet, extranet and intranet to establish a sustainable tourism has been a natural experience in developed countries, where capacity and resources provides a sophisticated understanding of Information and Communication Technology (ICT). In Banyuwangi, East Java, Indonesia, the local government has taken a further step by re-inventing the government with a simple technology which facilitates opportunities such as speeding the decision making process and thus, cutting unnecessary bureaucracy administration.

In terms of tourism potentials, Banyuwangi which is ten times the size of Singapore, is blessed with spectacular natural surroundings: volcanoes, forests, beaches. About 1,5 million of its population, posses skills in traditional music and elaborate traditional performances and live with their strong hundred-year long traditions.  Their culinary world has distinctive features compared to the surrounding areas. Its position, on the eastern tip of Java island, next to the mecca of Indonesian tourism Bali island, is another advantage. However, tourism Banyuwangi has yet to enjoy the attention its deserves, not until 2011 when the government initiated four instruments which become keys to Banyuwangi competitiveness as a tourists destination, and with sustainable travel industry in mind, an industry which WTO defines as “tourism that meets the needs of the present tourists and host regions while protecting and enhancing opportunities for the future.”

 Strategy 1: The Region as a Product

The office of the local government has been generally perceived as having limited tasks on providing public service limited in the areas of social, health, and infrastructure. Each of the Local Government Working Unit (SKPD) used to have their own interest in every aspect of government’s policy implementations. These are barriers which the then-new government has to deal with in the first place. The hardest challenge was to unite the vision and to change their mindset to reach a common goal in ensuring  the value created and tourism events are both sustainable and market oriented.

The results of bringing all SKPDs on the same game level means the responsibility of promoting tourism does not lie solely on the hand of SKPD in charge of tourism. In reality, a tourism event  displays various local products, from batik cloths to t-shirts, from food products to experience, and therefore, SKPD in charge of trade and investment has to lead in a trade fair accompanying the tourism event.

By using a simple smart-phone mobile application, SKPDs create an efficient, low cost, incremental innovation in the decision-making process and to ensure on the field hurdles are properly taken care of. An administrative paperwork which normally takes place from three to four days has been managed to be cut in a matter of minutes. Decision making is made simple.

Strategy 2: Branding

The local government considers branding strategy as an important step to promote and to reinforce the presence of the promotion materials. Other consideration covers identifying trends, working with the right media to find the right target market. In order to reinforce messages conveyed in the media, it actively works with several print media, television stations and establishes an army of social media journalists which guarantees a strong presence of positive media coverage of every established event.
In order to evaluate the effectiveness of the promotion and to ensure resources are spent in a responsible and cost effective way, the government hires an independent rating and research agency to provide insights and feedbacks. The result of the study will determine among others what events and festivals to proceed for the following year, based on the satisfaction of the visitors.

Strategy 3: Innovation
Establishing a market-oriented goal, but at the same time ballance the preservation of nature, culture, local society and environment. For example, nature protection is a must. In order to avoid any undesirable impacts, the local government bars issuance of permit for the industry on areas which is considered harmful to the social and ecological environment i.e. industry which creates noise for the environment and amusement industry including karaoke and discotheque. Limitation on permits for modern supermarkets is also considered essential to be a contributing factor to the growth of small scale and medium scale economy.

The introduction of “single window public service” for investment contributes to the business model innovation which ensures that targetted services begin from early stage.
A new airport with an extended run way was built to accomodate jet planes carrying more passengers. It is the first Indonesian green airport, without any airconditioners, with natural lighting and green surroundings.

Strategy 4: Event Management
In today’s saturated markets, customers look for experience rather than destination driven products. Hence, in the future it will be important to create a rewarding tourism experience through innovation and product development instead of offering singular tourism elements. New holiday forms offering experience will become the main motive for the holiday decision (Bartaletti, 1998).[1]

A strong cohesion among public servants via a simple mobile application, a combination of team-initiated festivals and traditional rituals are established incrementally, starting from five festivals in 2011 to 38 in 2015.
Despite a large number of events and festivals, the government focuses on three major events: an international sport event, and two events as showcases to the elaborate nature of traditional performance.

Without the involvement of professional event organizers, the government suggests a strong involvement of the society. One of the three major festivals, 1000 Gandrung dancers for example, has triggered the growth of local dance studios and the production of traditional dance-related elaborate attire.
To meet the demand of experience tourism, the local government establishes events beyond festivals such as in wide-range of plantations, living with traditional communities and marine nature conservation by planting coral reef. 

Impacts:

Items
2013*
2014*
Handicrafts, including batik
24
45.4
Print and creative industry related
172.1
202.4
Culinary
654.4
692
Hotel
341.8
401
Entertainment and services
26.2
36

*in million rupiah

Tourism and festival events in Banyuwangi have triggered the growth of local 1) creative industries 2) more small scale and medium scale entrepreneurs, 3) new hotels, homestays and foodstall 4) environmental awareness in several communities.
Since the implementation of the new strategies, a drastic number in both local and foreign visitors’ visit increases except in 2012.

Year
Local visitors
Foreign visitors
2010
654.606
16.977
2011
773.385
12.967
2012
860.831
5.502
2013
1.057.967
10.462
2014
1.363.530
30.068

Source: National Bureau of Statistic

Sideimpacts from the implementation of the strategies, since 2012 the local government has won 75 awards on various categories, including 14 awards under Personal category for the head of the regency, and 13 awards for tourism and tourism-related category.

END

Setelah makalah saya kirimkan, pengumuman dijadwalkan bulan Desember. Dalam rentang waktu itu, banyak hal yang saya kerjakan, sehingga saya lupa soal lomba pariwisata tersebut. Tiba-tiba menjelang keberangkatan saya menuju Banyuwangi untuk peluncuran novel dan Lomba Mengarang, saya mendapat email kejutan: Banyuwangi masuk menjadi salah satu finalist Lomba.
Email tersebut datang pada tanggal 18 Desember, saat Banyuwangi memperingati hari jadinya yang ke 244. Saya merasa, dunia menjadi terang benderang. Belum pernah rasanya saya segembira ini dalam hidup saya. Sorenya, saya menuju Banyuwangi karena tanggal 19 akan meluncurkan novel Niti Negari Bala Abangan, buku Kembang Ronce 2015 dan mengumumkan Lomba Mengarang Cerita/Dongeng/Asal-usul di kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

Dunia belum pernah terasa sesemarak ini.

(Bersambung)

iwandear@gmail.com


[1] Quoted in “Product improvement or innovation: what is the key to success in tourism”, Klaus Weiermair, University of Innsbruck, 2004)

Sabtu, 16 Januari 2016

Pariwisata Banyuwangi menuju Spanyol (1)


Tanggal 22 Oktober 2015, hari Kamis malam saya sedang berkendara di Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta. Tiba-tiba telepon saya berbunyi. Di ujung sana, ada suara yang saya kenal, ibu Giri Adnyani. Beliau ini salah satu petinggi di Kementrian Pariwisata. Jabatannya Sekretaris Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara. Terdengar ambians di belakangnya, suara orang-orang sedang rapat.
“Wan, aku ada perlu nih. Dirimu kan suka nulis pariwisata Banyuwangi. Sanggup gak sekarang nulis untuk lomba pariwisata sedunia. Gak banyak, hanya 1,200 kata plus abstraknya 300 kata.”

“Tentang apa mbok?” Saya memanggil Ibu Giri memang mbok, panggilan akrab untuk perempuan yang lebih tua dalam bahasa Bali. Mbok Giri memang kakak kelas saya di kampus Singaraja Bali dulu.

“Pariwisata Banyuwangi."

   Mendengar topiknya, saya tidak pakai pertimbangan yang lain.
“Siap, Mbok.”

Hati saya berbunga-bunga, Banyuwangi dipilih mewakili Indonesia untuk sebuah lomba pariwisata dunia.

Setelah itu, baru saya sadar: “Deadline, kapan Mbok?”

   Deadline menjadi pertimbangan penting karena saya sedang mempersiapkan dua penerbitan buku dan mengumumkan Lomba Mengarang Cerita Berbahasa Using bulan Desember. Satu buku, novel Pak Hasnan Singodimayan yang berjudul Niti Negari Bala Abangan dan satu lagi Kembang Ronce 2015, kumpulan cerita pendek berbahasa Using, hasil lomba yang diumumkan tengah tahun ini.
   Novel Pak Hasnan cukup rumit. Selain mengedit naskah aslinya yang ditulis dalam bahasa Indonesia, juga mengedit versi Usingnya yang dialihbahasakan oleh mbok Uun Hariyati. Mbok Uun ini bahkan tidak sekedar mengalihbahasakan, tetapi menuliskan kembali setelah membaca bahasa Indonesianya. Jadi, editingnya perlu banyak bolak-balik ke naskah bahasa Indonesianya. Saya harus menghitung benar waktunya.

Kalau saya tidak bisa memenuhi tenggat waktu, deadline-nya, saya bisa benar-benar dead.
“Hari Jumat depan,” kata Mbok Giri. Itu artinya seminggu dari sekarang.

“Iwan boleh ke Banyuwangi lusa, akhir pekan ini, ditemani oleh orang Kemenpar. Sanggup gak?”

Dalam hati saya agak menyesal menyanggupi, karena saat itu yang ada dalam pikiran adalah Banyuwangi. Kapan lagi saya berbuat sesuatu untuk tanah kelahiran di pentas dunia?
“Siap, mbok.”

“Nanti ada orang Kemenpar yang akan mengirim email detil lombanya.”
   Dalam perjalanan meneruskan pulang, hati saya bercampur aduk antara semangat tinggi, berdebar-debar karena bebannya, gembira karena mendapat kesempatan, tapi penuh tanya.

“Apa yang akan saya tulis? Saya tahu tentang pariwisata Banyuwangi, tapi apa yang akan saya tulis untuk lomba tingkat dunia? Segi apanya? Apa yang bikin panitia lombanya menoleh dan tertarik tentang Banyuwangi?”
   Saya langsung menghubungi Mila Day, teman seperjuangan, yang dulu pernah menjadi anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, dan sekarang dosen di Universitas Indonesia.

“Mil, bantu gua dong,” pinta saya. Saya ingat dalam posting status facebooknya, Mila pernah memberi tautan tentang pariwisata. Mila berjanji memberi beberapa referensi bacaan. “Rumusnya gampang, selalu ditambah teknologi kalau mau pendekatan pariwisata itu menjadi menarik,” pesannya.
   Esok harinya, segala persyaratan untuk perjalanan ke Banyuwangi diurus. Berangkat hari Jumat setelah pulang kerja. Saya segera bergegas ke Cengkareng ke terminal 2, tempat penerbangan Garuda. Boleh dibilang, saya jarang sekali naik Garuda dalam perjalanan saya pulang ke Banyuwangi. Karena pertimbangan biaya, saya pakai Airasia, Batikair, Citilink, atau Lion, yang memang terhitung budget airline, penerbangan murah.

   Di tempat parkir Terminal 2, saya tidak menemukan parkir inap seperti di Termina 1. Terpaksa saya parkir biasa. Di tempat tunggu penumpang, saya bertemu dua orang dari Kementrian yang akan terbang ke Banyuwangi: Mbak Iin dan Mas Dito dari kantor Asisten Deputi Hubungan Kelembagaan Kemenpar.
   Saya selalu bersemangat mengunjungi tempat kelahiran saya, Banyuwangi. Selalu ada hal-hal baru yang saya pelajari di sana. Selalu bertemu orang-orang menarik, yang memberi inspirasi. Selalu menikmati makanan tradisionalnya. Kunjungan saya ke Banyuwangi bisa empat lima kali setahun dalam acara-acara lomba menulis, pelatihan menulis, hibah buku atau meluncurkan buku-buku berbahasa Using, namun perjalanan pulang kali ini sama sekali berbeda. Pulang membawa misi, membawa Banyuwangi yang pariwisatanya sedang “panas” untuk ditunjukkan ke dunia. Rasanya agak berbeda. Sedikit berdebar-debar, karena saya belum menemukan topik yang menarik.

   Singkatnya, kami sampai di Juanda, dan ganti mobil travel menuju Banyuwangi. Mampir makan tengah malam di Probolinggo. Esoknya, hari Sabtu kami sampai di hotel. Jam 10 pagi kami sudah siap menuju kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Jalan A. Yani, bertemu dengan kepala dinasnya, Pak Yanuarto Bramuda. Sudah dua tahunan ini saya mengenal Pak Bramuda, karena saya sering meminjam Pelinggihan, pendopo kuno, yang menjadi bagian depan kantornya.
   Di sana, Pak Bramuda menerangkan soal bagaimana Banyuwangi yang dulu terkenal sebagai kota santet, mencoba dihapus menjadi kota internet. Bagaimana kota yang dulunya adem ayem, menjadi sebuah kota yang dikenal dengan karnaval dan festival. Yang paling membuat saya terkesan adalah bagaimana mereka membuat pemerintah seperti perusahaan swasta. Re-inventing the government melalui bantuan teknologi sederhana, grup chatting whatsapp.

 Seluruh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD), menjadi anggota grup wa. Persoalan-persoalan yang timbul, langsung diselesaikan dalam waktu satu hari. Contoh yang diberikan saat itu adalah pecahnya pipa saluran air di Pantai Boom, karena digilas oleh beratnya truk yang mengangkut peralatan setelah Jazz on the Beach. Persoalan diselesaikan satu hari.
   Contoh kedua, saat tumpukan batok kelapa muda menumpuk di Pantai Pulau Merah, dan menjadi headline di salah satu harian lokal: Pulau Merah Darurat Sampah. Berkoordinasi dengan Perhutani Surabaya, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Bagian Perlengkapan, Camat Pesanggaran, sampah yang menggunung, langsung bersih dalam dua hari. Bekas tumpukan menjadi bersih seakan jalan yang baru dibangun. Masalah selesai segera dengan mengeruk pasir memakai alat berat, mengubur batok dan memendamnya dengan pasir,. Persoalan selesai dalam waktu dua hari, karena seminggu kemudian akan dilaksanakan Lomba Surfing internasional di Pulau Merah.

   Pemerintah dengan mindset lama, terkenal dengan cara kerjanya yang bertele-tele, suka menyusahkan masyarakat dan hanya berurusan dengan jasa publik, jasa sosial dan infrastruktur. Sementara pemerintah dengan mindset seperti wirausaha, akan mempunyai sikap berorientasi pada hasil, efisien, melayani publik seperti pengusaha melayani kliennya. Ini yang dinamakan re-inventing the government. Saya pikir pemerintah sekarang sedang melakukan hal ini. Mengadakan 38 event wisata dan dikerjakan seluruhnya oleh pegawai negeri tanpa bantuan event organizer, bukanlah hal yang sederhana. Mereka harus mengubah mindset mereka sebagai pegawai negeri dan menjadi mental wirausahawan yang berorientasi tujuan, efisien, memberi layanan yang baik dan memotong jalur birokrasi yang tidak perlu.
   Menurut kang Bramuda, pemerintah dengan mindset lama, menyelesaikan masalah pipa pecah itu bisa berhari-hari. Perlu tiga hari untuk berkirim surat ke dinas terkait, tiga hari kemudian dijawab itu pun kalau kepala dinasnya berada di tempat, tiga hari lagi untuk menentukan siapa yang membayar tagihan, dan seterusnya.

   Esok harinya, hari Minggu, kebetulan ada upacara Kebo-keboan Alas Malang. Sebenarnya dua orang tamu dari Kemenpar ingin menyaksikan upacara tersebut. Tapi pada saat yang sama mereka ingin mencari tempat alternatif untuk acara Employee Gathering karyawan kementrian Pariwisata. Jadi lah saya mengantarkan mereka ke Segubang melihat Ijen Resort.
   Saat saya sampai di sana, cuaca cerah. Gunung Ijen terlihat jelas. Di atas kolam renangnya, seakan kaki Gunung Ijen menyentuh sisi luar kolam. Hamparan padi berlapis-lapis mengingatkan saya pada Tabanan.




   Malam harinya saya balik ke Surabaya naik travel juga. Mampir makan tengah malam di Probolinggo. Menjelang subuh sudah sampai di bandara Juanda. Pesawat pertama menuju Jakarta sudah menunggu. Pesawat mendarat di Jakarta satu setengah jam kemudian. Saya menuju tempat parkir, dimana mobil saya menginap 2 hari 16 jam 10 menit 26 detik. Total biaya parkir yang harus dibayar: Rp. 501.000. Tagihan parkir paling mahal yang pernah saya bayar.


(Bersambung)

iwandear@gmail.com