SURAT TERBUKA UNTUK PANITIA SEMINAR BAHASA OSENG (Bagian 2)
Seminar nasional Bahasa “Oseng”, karena masuk dalam minggu tenang Pilkada,
akhirnya diundur dari tanggal 7 Desember menjadi tanggal 14 Desember 2015. Saya
bergembira, mudah-mudahan dengan waktu yang lebih panjang ini, panitia mempunyai
waktu lebih banyak untuk berpikir, mempertimbangkan berbagai masukan, antara
lain:
1.
Salah
satu alasan diadakannya seminar ini adalah Pergub tahun 2014 yang tidak
mengakui Using sebagai bahasa. Jadi tujuan utamanya adalah “menguatkan bahasa
Using.” Apabila Panitia memaksakan pembahasan soal ejaan “Using” dan berusaha
menggantinya menjadi “Oseng” sudah jelas hanya pekerjaan yang tidak memberi reward
untuk bahasa Using.
Sudah
jelas, hanya dengan mendengarnya pun banyak pihak yang menentang. Saya termasuk
yang menentang, karena menurut saya belum waktunya. Justru dalam posisi
sekarang ini, yaitu pengakuan yang belum 100 persen, bahasa Using yang sudah
diajarkan di sekolah dari tahun 1997, jangan diutak-atik. Toh, secara teori
dapat dipertanggungjawabkan bahkan sampai ke tingkat thesis doktoral di
Universitas Indonesia dan secara praktik, dasar-dasar yang sudah dibangun oleh
almarhum pak Hasan Ali, sudah bisa berjalan. Meski perlu ada perbaikan, setuju
100 persen.
Jadi,
musuh yang sebenarnya adalah yang berada di luar Banyuwangi, dalam hal ini
orang-orang “pembisik” pemerintah provinsi yang masih berkeyakinan bahwa Using
itu dialek Jawa.
Lebih baik energi yang ada digunakan untuk menguatkan bahasa ini.
Bagaimana caranya? Bukan dengan mengutak-atik tatanan yang sedang dibangun,
tetapi dengan memperbanyak KARYA dalam bahasa Using.
Kalau Using digunakan terus menerus dan menelorkan karya-karya bermutu,
kita tidak perlu meyakinkan orang-orang di provinsi untuk mengakui Using.
Mereka tentu akan melihat, bahwa Using menjadi bahasa yang, istilah peneliti
dari Balai Bahasa Jawa Timur, Oktavia Erwantoro, mempunyai vitalitas tinggi
dalam masyarakat.
Misalnya, apakah Using sudah punya majalah? Sudah punya koran? Sudah
menjadi pengantar dalam bahasa ilmiah? Sudahkah menjadi bahasa pengantar di
radio? Televisi lokal? Apakah Using dalam hari tertentu menjadi bahasa
pengantar di sekolah?
Sejak tahun 2007, tidak ada, sekali lagi TIDAK ADA, buku pelajaran baru
yang dikeluarkan oleh Pemda (yang biasanya dilaksanakan oleh Dewan Kesenian
Blambangan). TIDAK ADA pelatihan untuk guru-guru yang mengajar bahasa Using.
Sebagai garda depan dalam membangun dasar bahasa Using untuk anak-anak
Banyuwangi, guru-guru ini perlu bantuan dari Pemda untuk memperkaya
pengetahuannya, mengembangkan wawasannya dalam pengajaran bahasa Using. Karena
semua guru ini bukanlah sarjana bahasa Using. Jadi mereka perlu penataran yang
terus-menerus.
Terhitung
dari sejak diajarkannya bahasa Using di sekolah tahun 1997, hanya ada satu
kamus Using-Indonesia, satu karya berbahasa Using yang diterbitkan DKB, ada 11
karya berbahasa Using yang diterbitkan oleh pihak lain, satu majalah Lontar
Using yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Jawa Timur. Rupanya dengan jumlah
sebanyak itu, tidak cukup untuk mengubah pikiran orang lain bahwa Using itu
merupakan suatu bahasa.
Ini lah yang menjadi Pekerjaan Rumah besar, tidak hanya untuk Panitia,
tetapi seluruh pihak yang mempunyai kepentingan untuk menjadikan bahasa Using
diakui oleh masyarakat luar. Apakah itu
pemerintah daerah, DKB, dan pihak-pihak lain yang punya ketertarikan untuk
mengembangkan bahasa Using. Mari, pihak-pihak yang punya kepentingan bersama
ini, bergandeng tangan untuk kepentingan bersama: bahasa Using. Bukan
kepentingan pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil kesempatan untuk mendapat
pengakuan, bahwa dia yang paling hebat dalam ilmu bahasa.
Dan sebagai catatan, gerakan besar ini tidak bermaksud “mengusingkan”
Banyuwangi, tetapi sebagai pemilik Using, menegakkan marwah bahasa Using
sehingga sejajar dengan bahasa Jawa dan Madura maupun bahasa lainnya.
2.
Dalam sebuah postingan Facebook, saya membaca
bahwa Panitia juga ingin menunjukkan bahwa Using itu beda dengan bahasa Jawa.
Ini
adalah sebuah keinginan yang bagus untuk melepaskan diri dari bahasa Jawa. Saya
katakan melepaskan, karena bahasa Jawa dan bahasa Using mempunyai satu induk
yang sama, yaitu bahasa Sansekerta (Jawa Kuna). Secara teori, dua bahasa ini
berpisah tahun 1150-an dan membentuknya seperti sekarang.
Jadi wajar saja, kalau ada irisan satu sama lain. Meskipun bahasa Using
sebenarnya lebih mirip dengan bahasa Kawi, yang tidak punya unggah-ungguh yang
membedakan penutur berdasar kasta sosial, banyak kata-kata yang mirip, bahkan
sama.
Cara membuktikan tidak dengan mengatakan dalam sebuah seminar “Bahasa
Using berbeda dengan bahasa Jawa”, tetapi bikin lah karya sebanyak-banyaknya
yang khas Using, penuh dengan idiom Using yang berbeda dengan Jawa. Dalam
pepatah Inggris dikatakan “Actions louder than words”. Karya akan jauh lebih
kuat dari sekedar pembicaraan beberapa jam dalam seminar.
Sekali lagi, bahasa Using tidak semakin jejeg, tidak semakin besar,
hanya karena sebuah seminar, tetapi dengan banyaknya karya.
3.
Apalagi, cara Panitia yang langsung mengganti “Using”
dalam judul besar seminarnya menjadi “Oseng” sangatlah tidak etis. Perda
Pemerintah Banyuwangi masih berbunyi Using. Kamus yang ada Using-Indonesia,
Tata Bahasa masih Using, thesis S3, masih berbunyi “Bahasa Using di Kabupaten
Banyuwangi.” Apakah Panitia lebih besar dari Pemerintah Daerah yang
mengeluarkan Perda? Apakah Panitia sudah mengeluarkan revisi Tata Bahasa dan
Kamus yang diterbitkan oleh DKB? Apakah Panitia sudah memverifikasi hasil
penelitian yang akan diajukan setara dengan thesis doktoral, yang artinya siap
diuji oleh lembaga penelitian yang berkepentingan seperti Balai Bahasa atau
LIPI?
Betul,
seluruh teori di dunia ini harus selalu di-challenge.
Karena ilmu terus berkembang. Dan sistem ejaan yang sudah dikeluarkan Pak Hasan
Ali bukanlah kitab suci. Wajar kalau dichallenge. Tetapi, ikutilah prosedur
yang biasa dalam dunia keilmuan. Seminar yang materinya akan menjadi rujukan
keilmuan, harus lah diuji oleh lembaga-lembaga yang berkepentingan di atas.
Bukan sebuah seminar yang hasilnya diakui sendiri kevaliditasnya. Buktikan
dengan melibatkan lembaga lain yang berwenang.
Dalam postingan itu disebutkan seminar sebagai seminar bergengsi. Gengsi
tidaknya sebuah seminar, tidak karena klaim Panitia seminar. Gengsi sebuah
seminar adalah magnitude hasilnya, apakah misalnya meruntuhkan teori yang ada
dan tidak kalah penting bagaimana kemanfaatannya untuk orang banyak. Kalau
hasil seminar hanya untuk gagah-gagahan, tidak banyak manfaatnya, makin banyak
tudingan mencemooh yang harus diterima Panitia.
4.
Saya termasuk yang setuju untuk memperbaiki
bahasa Using. Misalnya dalam hal, memasukkan huruf /f/ dan /q/ dalam alfabet
Using, yang selama ini tidak digunakan. Dalam perkembangan jaman modern ini dan
kondisi orang Using yang makin pintar dan berpendidikan, huruf /f/ sangat
sering ditemukan. Dan huruf /q/ sangat bisa menjadi pembeda dengan bahasa Jawa
misalnya.
Banyak juga, kata-kata yang belum tercatat
dalam kamus Using-Indonesia. Inilah yang seharusnya dikerjakan, memperkaya
kamus yang ada.
Selamat berseminar.
Antariksawan Jusuf
Ketua Sengker Kuwung-Belambangan (SKB)
SKB berkomitmen untuk membangun daerah, termasuk dokumentasi
budaya dengan menerbitkan buku-buku berbahasa Using.
Kepedulian SKB terhadap Basa Using sudah diwujudkan melalui
penerbitan buku-buku berbahasa Using, mengadakan pelatihan menulis berbahasa
Using untuk guru-guru dan peminat basa Using lainnya, menyelenggarakan lomba mengarang
cerpen berbahasa Using, menerbitkan novel berbahasa Using dan menghibahkan
buku-buku berbahasa Using sebagai bacaan pengayaan untuk sekolah seluruh
Kabupaten Banyuwangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar