Senin, 30 November 2015

Surat Terbuka untuk Panitia Seminar Bahasa 'Oseng' (Bagian 2)


SURAT TERBUKA UNTUK PANITIA SEMINAR BAHASA OSENG (Bagian 2)
Seminar nasional Bahasa  “Oseng”, karena masuk dalam minggu tenang Pilkada, akhirnya diundur dari tanggal 7 Desember menjadi tanggal 14 Desember 2015. Saya bergembira, mudah-mudahan dengan waktu yang lebih panjang ini, panitia mempunyai waktu lebih banyak untuk berpikir, mempertimbangkan berbagai masukan, antara lain:
1.        Salah satu alasan diadakannya seminar ini adalah Pergub tahun 2014 yang tidak mengakui Using sebagai bahasa. Jadi tujuan utamanya adalah “menguatkan bahasa Using.” Apabila Panitia memaksakan pembahasan soal ejaan “Using” dan berusaha menggantinya menjadi “Oseng” sudah jelas hanya pekerjaan yang tidak memberi reward untuk bahasa Using.
   Sudah jelas, hanya dengan mendengarnya pun banyak pihak yang menentang. Saya termasuk yang menentang, karena menurut saya belum waktunya. Justru dalam posisi sekarang ini, yaitu pengakuan yang belum 100 persen, bahasa Using yang sudah diajarkan di sekolah dari tahun 1997, jangan diutak-atik. Toh, secara teori dapat dipertanggungjawabkan bahkan sampai ke tingkat thesis doktoral di Universitas Indonesia dan secara praktik, dasar-dasar yang sudah dibangun oleh almarhum pak Hasan Ali, sudah bisa berjalan. Meski perlu ada perbaikan, setuju 100 persen.
   Jadi, musuh yang sebenarnya adalah yang berada di luar Banyuwangi, dalam hal ini orang-orang “pembisik” pemerintah provinsi yang masih berkeyakinan bahwa Using itu dialek Jawa.
   Lebih baik energi yang ada digunakan untuk menguatkan bahasa ini. Bagaimana caranya? Bukan dengan mengutak-atik tatanan yang sedang dibangun, tetapi dengan memperbanyak KARYA dalam bahasa Using.
   Kalau Using digunakan terus menerus dan menelorkan karya-karya bermutu, kita tidak perlu meyakinkan orang-orang di provinsi untuk mengakui Using. Mereka tentu akan melihat, bahwa Using menjadi bahasa yang, istilah peneliti dari Balai Bahasa Jawa Timur, Oktavia Erwantoro, mempunyai vitalitas tinggi dalam masyarakat.
   Misalnya, apakah Using sudah punya majalah? Sudah punya koran? Sudah menjadi pengantar dalam bahasa ilmiah? Sudahkah menjadi bahasa pengantar di radio? Televisi lokal? Apakah Using dalam hari tertentu menjadi bahasa pengantar di sekolah?
   Sejak tahun 2007, tidak ada, sekali lagi TIDAK ADA, buku pelajaran baru yang dikeluarkan oleh Pemda (yang biasanya dilaksanakan oleh Dewan Kesenian Blambangan). TIDAK ADA pelatihan untuk guru-guru yang mengajar bahasa Using. Sebagai garda depan dalam membangun dasar bahasa Using untuk anak-anak Banyuwangi, guru-guru ini perlu bantuan dari Pemda untuk memperkaya pengetahuannya, mengembangkan wawasannya dalam pengajaran bahasa Using. Karena semua guru ini bukanlah sarjana bahasa Using. Jadi mereka perlu penataran yang terus-menerus.
   Terhitung dari sejak diajarkannya bahasa Using di sekolah tahun 1997, hanya ada satu kamus Using-Indonesia, satu karya berbahasa Using yang diterbitkan DKB, ada 11 karya berbahasa Using yang diterbitkan oleh pihak lain, satu majalah Lontar Using yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Jawa Timur. Rupanya dengan jumlah sebanyak itu, tidak cukup untuk mengubah pikiran orang lain bahwa Using itu merupakan suatu bahasa.
   Ini lah yang menjadi Pekerjaan Rumah besar, tidak hanya untuk Panitia, tetapi seluruh pihak yang mempunyai kepentingan untuk menjadikan bahasa Using diakui oleh masyarakat luar.  Apakah itu pemerintah daerah, DKB, dan pihak-pihak lain yang punya ketertarikan untuk mengembangkan bahasa Using. Mari, pihak-pihak yang punya kepentingan bersama ini, bergandeng tangan untuk kepentingan bersama: bahasa Using. Bukan kepentingan pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil kesempatan untuk mendapat pengakuan, bahwa dia yang paling hebat dalam ilmu bahasa.
   Dan sebagai catatan, gerakan besar ini tidak bermaksud “mengusingkan” Banyuwangi, tetapi sebagai pemilik Using, menegakkan marwah bahasa Using sehingga sejajar dengan bahasa Jawa dan Madura maupun bahasa lainnya.
 
2.       Dalam sebuah postingan Facebook, saya membaca bahwa Panitia juga ingin menunjukkan bahwa Using itu beda dengan bahasa Jawa.
   Ini adalah sebuah keinginan yang bagus untuk melepaskan diri dari bahasa Jawa. Saya katakan melepaskan, karena bahasa Jawa dan bahasa Using mempunyai satu induk yang sama, yaitu bahasa Sansekerta (Jawa Kuna). Secara teori, dua bahasa ini berpisah tahun 1150-an dan membentuknya seperti sekarang.
   Jadi wajar saja, kalau ada irisan satu sama lain. Meskipun bahasa Using sebenarnya lebih mirip dengan bahasa Kawi, yang tidak punya unggah-ungguh yang membedakan penutur berdasar kasta sosial, banyak kata-kata yang mirip, bahkan sama.
   Cara membuktikan tidak dengan mengatakan dalam sebuah seminar “Bahasa Using berbeda dengan bahasa Jawa”, tetapi bikin lah karya sebanyak-banyaknya yang khas Using, penuh dengan idiom Using yang berbeda dengan Jawa. Dalam pepatah Inggris dikatakan “Actions louder than words”. Karya akan jauh lebih kuat dari sekedar pembicaraan beberapa jam dalam seminar.
   Sekali lagi, bahasa Using tidak semakin jejeg, tidak semakin besar, hanya karena sebuah seminar, tetapi dengan banyaknya karya.
 
3.       Apalagi, cara Panitia yang langsung mengganti “Using” dalam judul besar seminarnya menjadi “Oseng” sangatlah tidak etis. Perda Pemerintah Banyuwangi masih berbunyi Using. Kamus yang ada Using-Indonesia, Tata Bahasa masih Using, thesis S3, masih berbunyi “Bahasa Using di Kabupaten Banyuwangi.” Apakah Panitia lebih besar dari Pemerintah Daerah yang mengeluarkan Perda? Apakah Panitia sudah mengeluarkan revisi Tata Bahasa dan Kamus yang diterbitkan oleh DKB? Apakah Panitia sudah memverifikasi hasil penelitian yang akan diajukan setara dengan thesis doktoral, yang artinya siap diuji oleh lembaga penelitian yang berkepentingan seperti Balai Bahasa atau LIPI?  
   Betul, seluruh teori di dunia ini harus selalu di-challenge. Karena ilmu terus berkembang. Dan sistem ejaan yang sudah dikeluarkan Pak Hasan Ali bukanlah kitab suci. Wajar kalau dichallenge. Tetapi, ikutilah prosedur yang biasa dalam dunia keilmuan. Seminar yang materinya akan menjadi rujukan keilmuan, harus lah diuji oleh lembaga-lembaga yang berkepentingan di atas. Bukan sebuah seminar yang hasilnya diakui sendiri kevaliditasnya. Buktikan dengan melibatkan lembaga lain yang berwenang.
   Dalam postingan itu disebutkan seminar sebagai seminar bergengsi. Gengsi tidaknya sebuah seminar, tidak karena klaim Panitia seminar. Gengsi sebuah seminar adalah magnitude hasilnya, apakah misalnya meruntuhkan teori yang ada dan tidak kalah penting bagaimana kemanfaatannya untuk orang banyak. Kalau hasil seminar hanya untuk gagah-gagahan, tidak banyak manfaatnya, makin banyak tudingan mencemooh yang harus diterima Panitia.
4.       Saya termasuk yang setuju untuk memperbaiki bahasa Using. Misalnya dalam hal, memasukkan huruf /f/ dan /q/ dalam alfabet Using, yang selama ini tidak digunakan. Dalam perkembangan jaman modern ini dan kondisi orang Using yang makin pintar dan berpendidikan, huruf /f/ sangat sering ditemukan. Dan huruf /q/ sangat bisa menjadi pembeda dengan bahasa Jawa misalnya.
Banyak juga, kata-kata yang belum tercatat dalam kamus Using-Indonesia. Inilah yang seharusnya dikerjakan, memperkaya kamus yang ada.
 
Selamat berseminar.
Antariksawan Jusuf
Ketua Sengker Kuwung-Belambangan (SKB)
SKB berkomitmen untuk membangun daerah, termasuk dokumentasi budaya dengan menerbitkan buku-buku berbahasa Using.
Kepedulian SKB terhadap Basa Using sudah diwujudkan melalui penerbitan buku-buku berbahasa Using, mengadakan pelatihan menulis berbahasa Using untuk guru-guru dan peminat basa Using lainnya, menyelenggarakan lomba mengarang cerpen berbahasa Using, menerbitkan novel berbahasa Using dan menghibahkan buku-buku berbahasa Using sebagai bacaan pengayaan untuk sekolah seluruh Kabupaten Banyuwangi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar