Hari Minggu tanggal 1 November 2015, saya masih sempat minum
kopi bareng Pak Masykur, mantan ketua Dewan Kesenian Blambangan (DKB). Jumat
tanggal 6 November saya dapat kabar beliau meninggal setelah bermain badminton.
Mudah-mudahan beliau dilapangkan kuburnya, diampuni dosanya.
Saya sebenarnya tidak banyak “bergaul” dengan beliau.
Sebelum perkenalan jabat tangan, saya sudah membaca buku pelajaran bahasa Using
untuk anak sekolah SD/MI dan SMP/Tsanawiyah yang beliau gawangi bersama penulis
lain yaitu, Lancar Basa Using. Sampai
sebelum meninggal, beliau juga masih menjadi Ketua Tim Pembelajaran Bahasa
Using.
Hanya sesekali beliau mendatangi acara yang saya bikin.
Beliau lebih banyak kesibukannya di luar malah, sehingga terakhir bertemu bulan
Mei 2015 saat peluncuran buku kumpulan cerpen Jala Sutra karya Moh. Syaiful dan Nur Holipah.
Beliau masih bersemangat kalau diajak berbicara soal
kebudayaan Banyuwangi dan bagaimana melestarikannya. Hari minggu itu misalnya,
beliau bercerita beberapa kali ke Surabaya untuk bolak-balik ingin mendudukan
bahasa Using pada tempatnya. Seperti diketahui, Peraturan Gubernur tahun 2014,
hanya merujuk pada bahasa Jawa dan Madura sebagai bahasa yang diajarkan di
sekolah sebagai muatan lokal.
Tanpa menyebut bahasa Using, peraturan tersebut seperti
menafikkan keberadaan bahasa Using yang sudah mulai diajarkan di sekolah tahun
1997.
Siang tanggal 1 November itu, Pak Maskur bercelana pendek
dan datang dengan semangat menggebu untuk membicarakan berbagai perkembangan
yang ada di Banyuwangi. Satu nasihatnya yang saya ingat adalah: “Janganlah
sakit hati dengan orang yang lemah.”
“Maaf kan mereka, bantu mereka, meski omongan mereka kadang
menyakitkan hati kita,” kata beliau.
Selamat jalan Pak Maskur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar