Kamis, 26 November 2015

Surat Terbuka untuk Panitia Seminar Bahasa "Oseng"

Surat Terbuka untuk Panitia Seminar Bahasa “Oseng”

Sebuah panitia seminar di Banyuwangi berencana menggelar seminar bahasa “Oseng” tanggal 7 Desember 2015. Ada dua hal yang perlu dicermati:
   Pertama, seminar tersebut salah satunya adalah berangkat dari keprihatinan adanya surat Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 19 tahun 2014 yang diundangkan sejak 3 April 2014, tentang Mata Pelajaran Bahasa Daerah Sebagai Muatan Lokal Wajib di Sekolah/Madrasah.
   Dalam Pasal 2 Peraturan itu disebutkan: “Bahasa Daerah diajarkan secara terpisah sebagai mata pelajaran muatan lokal wajib di seluruh sekolah/madrasah di Jawa Timur, yang meliputi Bahasa Jawa dan bahasa Madura dengan Kurikulum sebagaimana tersebut dalam Lampiran.”
Dengan pasal itu, artinya bahasa Using tidak diakui sebagai bahasa yang bisa diajarkan di sekolah-sekolah. Pasal ini juga memperkuat pemahaman sebagian orang, yang harus diajarkan di sekolah Banyuwangi sebagai muatan lokal adalah bahasa Jawa. Menurut keterangan salah seorang guru, pengajaran bahasa Jawa mulai kelas 1 SD sampai SMU.
   Sementara, bahasa Using sudah diajarkan sejak 1997, saat pertama diperkenalkan di tiga kecamatan, berdasar  SK Kakanwil Depdikbud Provinsi Jatim tanggal 30 Januari 1996 No. 1751/104/D/1996.
   Lantas, diperkuat lagi dengan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi No. 5 tahun 2007, yang pasal 3 nya berbunyi: “Pembelajaran bahasa Using sebagai kurikulum muatan lokal wajib dilaksanakan pada seluruh jenjang pendidikan dasar, baik negeri maupun swasta di Kabupaten Banyuwangi.”
   Tapi dengan adanya Peraturan Gubernur itu, Perda menjadi gamang. Meskipun, ada juga Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur no. 9 tahun 2014, dan diundangkan mulai 22 Agustus 2014, yang Pasal 17 ayat 2 menyatakan “Bahasa Daerah yang diajarkan sebagai muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ialah Bahasa Jawa atau Bahasa Madura atau bahasa lainnya yang digunakan oleh masyarakat di wilayah kabupaten/kota setempat.”
   Jadi Perda Jatim yang terakhir ini mengakui bahasa Using secara tidak langsung meski tidak dibunyikan, tapi nyatanya pemahamannya sepertinya tidak sampai ke bawah. Sehingga bahasa Using tetap tersisih.
    Kalau seminar itu memang bertujuan untuk memberi kejelasan soal bahasa Using sebagai muatan lokal, kasarnya agar Pemprov Jatim mengganti kata-kata dalam Peraturan Gubernurnya, semestinya diundang juga: Dr. Himawan Estu Bagijo, yang menjadi Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi. Beliau lah yang mengonsep dan menggodog peraturan tersebut, termasuk Pergub, sebelum dibahas dan disahkan di DPRD Jawa Timur.  Paling tidak, dengan hadirnya beliau, interpretasi hukum atas Pergub bisa jadi terang. Lebih bagus lagi, kalau beliau dapat merevisi Pergub tersebut. Kalau tidak percuma saja, hasil seminar itu akan mengambang di awang-awang. Apalagi, Pak Himawan ini adalah “putera Banyuwangi” yang menghabiskan masa sekolah SD dan SMPnya di Wongsorejo.
   Yang juga berkepentingan dalam seminar itu dan semestinya diundang adalah: Drs. Amir Machmud M.Pd yang menjadi Kepala Badan Bahasa Jawa Timur di Surabaya. Beliau ini yang mengurus seluruh tetek bengek mengenai kebahasaan di Jawa Timur.
   Juga ada Prof. Dr. Imam Suyitno M.Pd, dosen Universitas Negeri Malang. Beliau ini orang Banyuwangi yang thesis S2 dan S3nya tentang bahasa Using. Serta kajian-kajiannya yang intens tentang bahasa Using, antara lain: (1) Penggunaan Pronomina dalam Tuturan Bahasa Using Banyuwangi (2) Ungkapan Tradisional dalam Tuturan Bahasa Using Banyuwangi (3)Pemertahanan Budaya Etnik Using melalui Pengintegrasian Lagu Daerah Banyuwangi ke dalam Kurikulum Muatan Lokal Pembelajaran Bahasa Using. Dan banyak karya lainnya.
   Soal kedua. Panitia seminar, setuju menggunakan kata “Oseng” dalam seminar tersebut. Panitia rupanya lupa bahwa kata tersebut adalah baru usulan, baru wacana. Kata tersebut tidak punya rujukan satupun. Belum diseminarkan, tidak punya Tata Ejaan, tidak ada Kamus dan lain-lain. Sementara “Using”, yang sudah menjadi kajian dalam thesis S3 Universitas Indonesia oleh Dr. Suparman Herusantosa berjudul “Bahasa Using di Kabupaten Banyuwangi”, juga mempunyai legalitas lain, misalnya ada Tata Ejaannya, ada Tata Bahasa bakunya, ada kamusnya, dan penyebutan secara legal formal dalam Perda yang dikeluarkan oleh Pemda Banyuwangi.
   Panitia juga melecehkan Pemerintah Daerah yang mengeluarkan Perda, menghina Dewan Kesenian Blambangan (DKB) yang sudah menerbitkan buku-buku pelajaran, Kamus Using-Indonesia, dan buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Using serta buku-buku lainnya.
   Anologi yang bisa dikemukakan begini. Misalnya, kita tidak setuju dengan sebutan “Indonesia” karena tidak sesuai dengan bunyinya, tetapi kita lebih suka dengan “Endonesya” apakah serta-merta kita bisa munculkan dalam sebuah ranah formal seperti seminar? Tentu tidak.
   Memang aturan bahasa bukan sesuatu yang rigid seperti kitab suci, tetapi sesuatu penggantian tetaplah harus melewati proses akademik yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan: Dewan Kesenian Blambangan, ahli bahasa, peneliti bahasa, Forum Kerja Guru, para guru, dan bagian masyarakat lainnya. Proses harus dilewati. Tidak serta merta seperti yang dilakukan Panitia itu sekarang.
   Panitia semestinya tahu bahwa bahasa Using sudah diajarkan di sekolah sejak tahun 1997 dengan tata bahasa baku dan sebagainya. Menafikkan ini, berarti Panitia tidak peduli dengan masa depan bahasa Using itu sendiri, dengan cara merusak kemapanan yang sudah ada. Karena sudah Kamus Umum Bahasa Daerah Using-Indonesia yang diterbitkan DKB dan buku-buku pelajaran untuk sekolah.  Keputusan Panitia menggunakan kata ‘Oseng’ akan berpotensi membingungkan banyak guru dan ribuan murid yang mempelajari bahasa Using. Dengan demikian, Panitia telah menjadi agen perusakan bahasa Using, bukan agen yang menguatkan bahasa, yang sekarang perlu ditegakkan sehingga bisa mendapat pengakuan dari provinsi dan lembaga lainnya.
   Yang ironis lagi, semangat seminar yang akan diadakan tanggal 7 Desember ini salah satunya untuk memperingati hari lahirnya Pejuang Bahasa Using Bapak Hasan Ali pada tanggal tersebut. Beliau sudah meletakkan dasar, sampai bahasa Using berdiri dan diajarkan di sekolah. Beliau juga yang melahirkan kamus 24.000 entry bahasa Using-Indonesia. Tetapi penggunaan "Oseng", sama dengan melecehkan dan menafikkan karya beliau.

 Antariksawan Jusuf
Ketua Sengker Kuwung-Belambangan (SKB)

SKB berkomitmen untuk membangun daerah, termasuk dokumentasi budaya dengan menerbitkan buku-buku berbahasa Using.
Kepedulian SKB terhadap Basa Using sudah diwujudkan melalui penerbitan buku-buku berbahasa Using, mengadakan pelatihan menulis berbahasa Using untuk guru-guru dan peminat basa Using lainnya, menyelenggarakan lomba mengarang cerpen berbahasa Using, menerbitkan novel berbahasa Using dan menghibahkan buku-buku berbahasa Using sebagai bacaan pengayaan untuk sekolah seluruh Kabupaten Banyuwangi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar