RESENSI:
Judul: Siapa Mereka?
Tokoh dan Budayawan Banyuwangi
Penulis: Eko Budi Setianto
Editor: H. Abdullah
Fauzi, Setyo Puguh Widodo, Aekanu Hariyono
Penerbit: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Banyuwangi
Halaman: 110 + iv
Saat di Anjungan Jawa Timur Taman Mini Indonesia Indah
tanggal 10 Agustus 2014, Pemkab Banyuwangi menyuguhkan berbagai kesenian
daerah. Pada saat yang sama Pemkab juga membagikan majalah Banyuwangi, brosur,
VCD gending Banyuwangi dan buku Siapa Mereka? Tokoh Seniman dan Budayawan
Banyuwangi.
Sebelum membaca isinya, pada acara yang diselenggarakan
bersamaan dengan halal bi halal Ikatan Keluarga Banyuwangi (Ikawangi) di
Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Cilegon, saya hanya berkomentar: “Mestinya,
buku ini diterbitkan tahun-tahun kemarin.”
Tak apalah, lebih baik terlambat daripada tidakk ada sama
sekali. Ketua Dewan Kesenian Blambangan, Samsudin Adlawi, pada halaman Sambutan
mengatakan: “Itu sebabnya, penulisan
buku biografi ini patut disambut dengan gempita. Masih terdapat beberapa
kekurangan dalam buku ini, seperti pemilihan tokoh dan pengupasan yang kurang
detail. Namun, sebagai langkah awal, buku ini sudah informative.”
Semestinya diterbitkan beberapa tahun lalu. Sehingga
beberapa orang yang ada dalam buku tersebut, yang sekarang sudah menghadap Yang
Maha Hidup, bisa lebih tersenyum senang sebelum menghadap. Paling tidak
almarhum atau almarhumah, merasa kiprahnya dihargai oleh penerusnya.
Tokoh-tokoh seni dan budaya yang sudah membaktikan dirinya,
menggali bakatnya, mengasah keahliannya, bahkan menyerahkan hidupnya pada
Banyuwangi semestinya memang harus diapresiasi. Lewat catatan dalam buku model
begini salah satunya. Lewat catatan yang bisa diwariskan ke anak cucu
pengetahuannya.
PLT Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata M. Y. Bramuda, S.
Sos, MBA MM, menulis dalam Sambutan, banyak jejak yang takk terlacak...padahal
jejak itu sering berupa petunjuk penting tentang sejarah, kehidupan dan
berbagai kejadian. Banyuwangi sebagai pusat Kerajaan Blambangan, meninggalkan
banyak jejak masa lalu yang berpengaruh terhadap pengungkapan sejarah dan
budaya masyarakat Blambangan.
“Sebagai langkah awal, kita mencoba menyusurinya kembali
melalui kiprah dan kesaksian para tokohnya, khususnya dari kalangan seniman dan
budayawan,” tulis Bramuda.
Memang, generasi muda sekarang bisa banyak memetik pelajaran
dari tokoh-tokoh Banyuwangi yang barangkali namanya sebagian belum pernah
mereka dengar. Atau lagu-lagu mereka yang tidak lagi akrab di telinga. Paling
tidak mereka bisa mengetahui perjalanan hidup tokoh-tokoh ini.
Yang agak disayangkan, sebenarnya buku ini bisa dibikin
lebih sempurna. Ada salah ketik yang agak mengganggu di sana sini. Misalnya,
nama sebenarnya Pak Andang CY itu siapa? Apakah Chalif (seperti dalam daftar
isi) atau Chatif (hal. 10) atau Chatip (hal. 34)? Pak Basir Noerdian dadi Basir
Noerdin (daftar isi). Atau yang agak kebablasan almarhum Pak Hasan Ali lahir
tahun 1973 (hal. 39), dan diberi judul: Sebuah Perpustakaan Hidup (tetapi sudah
almarhum.) Ada juga judulnya yang agak
mengganggu: Seniman dan Budayawan Banyuwangi, tetapi di dalamnya dibeberkan
pula biografi Kusniah, Semi, Sudartik, Sumiyati, Supinah dan Yuliatin.
Yang lebih menjadi perhatian saya, sebenarnya pada konsep
bukunya. 1. Mengapa tidak memudahkan pembaca dengan mengelompokkan mereka pada Seni
Musik, Seni Pertunjukan, Seni Sastra, Seni Rupa, misalnya. 2. Apa kriteria yang
dipakai, sehingga seorang tokoh mendapat tempat pada buku itu. Sebenarnya,
sangat enak kalau penjelasan dua hal ini dijeberkan pada halaman sebelum isi.
Usaha Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menerbitkan buku ini
haruslah mendapat apresiasi yang lebih dari sekedar dua jempol. Saya berharap,
akan ada lagi buku kedua, ketiga dan seterusnya. Karena masih banyak tokoh seni
dan budaya lainnya, yang belum disebut dalam buku tersebut.
Akan lebih komprehensif, kalau catatan tokoh ini tidak
berhenti pada tokoh seni dan budaya. Banyuwangi punya segudang tokoh lain yang
sangat berperan dalam perkembangan bangsa ini. Meski sebagian tidak lagi
tinggal di Banyuwangi.
Ada yang berperan dalam bidang pemerintahan (sampai tingkat
menteri), militer (beberapa jenderal), pejabat setingkat dirjen, CEO BUMN
nasional, atau doktor-doktor di berbagai universitas atau tokoh lainnya.
Setidaknya, kalau ada tambahan tokoh-tokoh tadi, bisa
menjadikan orang Banyuwangi lainnya, ikut berbangga, tidak lagi minder sebagai
orang Banyuwangi. Dan tokoh-tokoh tadi bisa menjadi inspirasi anak-anak muda
Banyuwangi untuk membangun kampung halamannya. Gancang wis.
iwandear@gmail.com
Umpamane ana buku maning hang versi masyarakat umum dudu versi pemerintah koyone apik nawi dienggo pembanding...
BalasHapusBiso bain, acake biso tah...
BalasHapusmantap wes dulur...kekurangan adalah hal yang wajar dalam sebuah karya...sukses selalu warga dan pemimpin 'banyuwangi'
BalasHapus