Senin, 18 Agustus 2014

Siapa Mereka? Tokoh dan Budayawan Banyuwangi






RESENSI:


Judul: Siapa Mereka? Tokoh dan Budayawan Banyuwangi

Penulis: Eko Budi Setianto

Editor:  H. Abdullah Fauzi, Setyo Puguh Widodo, Aekanu Hariyono

Penerbit: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi

Halaman: 110 +  iv

 

Saat di Anjungan Jawa Timur Taman Mini Indonesia Indah tanggal 10 Agustus 2014, Pemkab Banyuwangi menyuguhkan berbagai kesenian daerah. Pada saat yang sama Pemkab juga membagikan majalah Banyuwangi, brosur, VCD gending Banyuwangi dan buku Siapa Mereka? Tokoh Seniman dan Budayawan Banyuwangi.

Sebelum membaca isinya, pada acara yang diselenggarakan bersamaan dengan halal bi halal Ikatan Keluarga Banyuwangi (Ikawangi) di Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Cilegon, saya hanya berkomentar: “Mestinya, buku ini diterbitkan tahun-tahun kemarin.”

Tak apalah, lebih baik terlambat daripada tidakk ada sama sekali. Ketua Dewan Kesenian Blambangan, Samsudin Adlawi, pada halaman Sambutan mengatakan:  “Itu sebabnya, penulisan buku biografi ini patut disambut dengan gempita. Masih terdapat beberapa kekurangan dalam buku ini, seperti pemilihan tokoh dan pengupasan yang kurang detail. Namun, sebagai langkah awal, buku ini sudah informative.”

Semestinya diterbitkan beberapa tahun lalu. Sehingga beberapa orang yang ada dalam buku tersebut, yang sekarang sudah menghadap Yang Maha Hidup, bisa lebih tersenyum senang sebelum menghadap. Paling tidak almarhum atau almarhumah, merasa kiprahnya dihargai oleh penerusnya.

Tokoh-tokoh seni dan budaya yang sudah membaktikan dirinya, menggali bakatnya, mengasah keahliannya, bahkan menyerahkan hidupnya pada Banyuwangi semestinya memang harus diapresiasi. Lewat catatan dalam buku model begini salah satunya. Lewat catatan yang bisa diwariskan ke anak cucu pengetahuannya.

PLT Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata M. Y. Bramuda, S. Sos, MBA MM, menulis dalam Sambutan, banyak jejak yang takk terlacak...padahal jejak itu sering berupa petunjuk penting tentang sejarah, kehidupan dan berbagai kejadian. Banyuwangi sebagai pusat Kerajaan Blambangan, meninggalkan banyak jejak masa lalu yang berpengaruh terhadap pengungkapan sejarah dan budaya masyarakat Blambangan.

“Sebagai langkah awal, kita mencoba menyusurinya kembali melalui kiprah dan kesaksian para tokohnya, khususnya dari kalangan seniman dan budayawan,” tulis Bramuda.

Memang, generasi muda sekarang bisa banyak memetik pelajaran dari tokoh-tokoh Banyuwangi yang barangkali namanya sebagian belum pernah mereka dengar. Atau lagu-lagu mereka yang tidak lagi akrab di telinga. Paling tidak mereka bisa mengetahui perjalanan hidup tokoh-tokoh ini.

Yang agak disayangkan, sebenarnya buku ini bisa dibikin lebih sempurna. Ada salah ketik yang agak mengganggu di sana sini. Misalnya, nama sebenarnya Pak Andang CY itu siapa? Apakah Chalif (seperti dalam daftar isi) atau Chatif (hal. 10) atau Chatip (hal. 34)? Pak Basir Noerdian dadi Basir Noerdin (daftar isi). Atau yang agak kebablasan almarhum Pak Hasan Ali lahir tahun 1973 (hal. 39), dan diberi judul: Sebuah Perpustakaan Hidup (tetapi sudah almarhum.)  Ada juga judulnya yang agak mengganggu: Seniman dan Budayawan Banyuwangi, tetapi di dalamnya dibeberkan pula biografi Kusniah, Semi, Sudartik, Sumiyati, Supinah dan Yuliatin.

Yang lebih menjadi perhatian saya, sebenarnya pada konsep bukunya. 1. Mengapa tidak memudahkan pembaca dengan mengelompokkan mereka pada Seni Musik, Seni Pertunjukan, Seni Sastra, Seni Rupa, misalnya. 2. Apa kriteria yang dipakai, sehingga seorang tokoh mendapat tempat pada buku itu. Sebenarnya, sangat enak kalau penjelasan dua hal ini dijeberkan pada halaman sebelum isi.

Usaha Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menerbitkan buku ini haruslah mendapat apresiasi yang lebih dari sekedar dua jempol. Saya berharap, akan ada lagi buku kedua, ketiga dan seterusnya. Karena masih banyak tokoh seni dan budaya lainnya, yang belum disebut dalam buku tersebut.

Akan lebih komprehensif, kalau catatan tokoh ini tidak berhenti pada tokoh seni dan budaya. Banyuwangi punya segudang tokoh lain yang sangat berperan dalam perkembangan bangsa ini. Meski sebagian tidak lagi tinggal di Banyuwangi.

Ada yang berperan dalam bidang pemerintahan (sampai tingkat menteri), militer (beberapa jenderal), pejabat setingkat dirjen, CEO BUMN nasional, atau doktor-doktor di berbagai universitas atau tokoh lainnya.

Setidaknya, kalau ada tambahan tokoh-tokoh tadi, bisa menjadikan orang Banyuwangi lainnya, ikut berbangga, tidak lagi minder sebagai orang Banyuwangi. Dan tokoh-tokoh tadi bisa menjadi inspirasi anak-anak muda Banyuwangi untuk membangun kampung halamannya. Gancang wis.

 

iwandear@gmail.com

3 komentar:

  1. Umpamane ana buku maning hang versi masyarakat umum dudu versi pemerintah koyone apik nawi dienggo pembanding...

    BalasHapus
  2. mantap wes dulur...kekurangan adalah hal yang wajar dalam sebuah karya...sukses selalu warga dan pemimpin 'banyuwangi'

    BalasHapus