Lepaskan
bayi ikan balik ke laut
Beberapa
hari setelah lebaran 2014, saya bermain ke Boom, pesisir yang sekarang terlihat
lebih cantik. Ada aktivitas nelayan sedang menjaring ikan. Bermodalkan perahu,
nelayan tersebut menyebar jaring panjang sampai agak ke tengah, perahunya
berputar sampai mendarat lagi.
Setelah
jaring ditarik dari kiri dan kanan, pelan-pelan sampai di ujung jaring, seperti
ikan paus yang menganga, jala Trawl yang bermata halus ini menunggu tangkapan
ikan-ikan yang ada di antara jaring tadi untuk masuk. Ikan kecil maupun sedang
semua tertangkap, tak ada yang lolos.
Sampai di
pinggir, ikan tangkapan dimasukkan ke keranjang. Sebagian pengunjung pantai,
langsung membeli ikan-ikan kecil yang masih bergeleparan meregang nyawa. Untuk
ukuran pendatang, sekilo ikan Rp. 15-20 ribu sangatlah murah. Ikan segar yang
sangat gurih hanya dengan digoreng saja.
Karena
jaring jala yang bermata kecil, semua tangkapan berbagai macam biota laut:
cumi-cumi, ubur-ubur, ikan buntal, teri, pethek, dan berbagai macam bayi ikan
lainnya.
Ketika saya
unggah di facebook hasil “tangkapan” tersebut, saya diprotes beberapa orang
teman, dengan mengatakan: “Lepaskan bayi ikan balik ke laut.”
Saya pikir
suruhan mereka ini main-main. Semula saya hanya berpikir, anak penyu saja yang
wajib dilepaskan. Kebetulan, sore harinya Rabu 30 Agustus 2014, Pemda dan para
penggiat lingkungan, mengagendakan acara pelepasan tukik (anak penyu) di pantai
ini. Diharapkan beberapa anak penyu ini akan menjadi dewasa dan kembali ke
pantai mereka berenang pertama kalinya dan bertelur untuk kelangsungan hidup
anak cucu mereka. Anak cucu penyu, bukan anak cucu para penggiat lingkungan.
Ternyata,
dalam istilah penggiat lingkungan, segala macam bayi ikan, bayi kepiting, dan
bayi biota laut lainnya yang bukan merupakan tangkapan sasaran serta segala
macam makhluk hidup di laut yang nantinya dibuang (sengaja atau tidak),
dinamakan Tangkapan Sampingan (bycatch).
Sejak tahun
1997, menurut Wikipedia, Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD),
menyebut tangkapan sampingan ini secara tidak sengaja mempercepat penurunan
jumlah ikan dan bisa dinamakan merupakan praktik pengambilan ikan secara
berlebihan.
Tadinya,
istilah Tangkapan Sampingan ini hanya mengacu pada kematian Lumba-lumba pada
jaring nelayan penangkap ikan tuna.
Paling tidak
saat ini ada empat cara yang dibilang merupakan Tangkapan Sampingan:
1. Tangkapan yang bukan target utama
tetapi diambil juga oleh nelayan
2. Spesies yang dibuang oleh nelayan
3. Tangkapan yang bukan ikan target,
tetapi diambil baik untuk dijual atau dibuang
4. Jenis biota lain, yang tidak punya
nilai ekonomis seperti kerang-kerangan, burung laut, mamalia laut maupun bayi
ikan hiu.
Sayangnya,
banyak biota laut, yang menurut orang luar tidak memiliki nilai ekonomi, tetapi
bisa menghasilkan uang di Banyuwangi. Dan menjadi bahan konsumsi sehari-hari. Misalnya,
bayi ikan-ikan tadi. Karena rasanya sangat gurih, banyak orang yang justru menyukai
bayi ikan. Bahkan bayi ikan hiu pun bisa kita temui di pasar. Telur penyu yang
semestinya dilarang untuk diperjualbelikan, bisa gampang kita temui di pasar.
Jadi selain
pelepasan tukik dengan upacaranya yang meriah, para penggiat lingkungan mulai
saat ini juga harus memberi edukasi penyadaran baik kepada nelayan untuk
melepas lagi, anak-anak ikan dan tangkapan lain yang tidak mereka jual.
Misalnya ubur-ubur. Atau anak ikan hiu.
Dan juga
penyadaran kepada konsumen, untuk tidak lagi mengkonsumsi ikan-ikan bayi
(termasuk bayi hiu), agar nelayan pun tidak merasa kehilangan saat mereka
menceburkan kembali anak-anak ikan ini, karena mereka tidak punya nilai
ekonomis (artinya tak ada pembeli lagi).
Dari segi
pemerintah, bisa juga diadakan pembatasan penjaringan ikan pada daerah tertentu.
Atau jenis jala halus pada ujung jaring yang diatur penggunaannya. Diperlebar
lubang mata jalanya misalnya.
Paling
tidak, usulan untuk mengembalikan bayi ikan ini ke laut akan menjaga
kelangsungan hidup biota laut, kelangsungan hidup nelayan, dan kekayaan laut
Banyuwangi bisa lebih terjaga.
iwandear@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar