Selasa, 05 Agustus 2014

Lepaskan bayi ikan balik ke laut


Lepaskan bayi ikan balik ke laut

 

 
 
 
 
 
Beberapa hari setelah lebaran 2014, saya bermain ke Boom, pesisir yang sekarang terlihat lebih cantik. Ada aktivitas nelayan sedang menjaring ikan. Bermodalkan perahu, nelayan tersebut menyebar jaring panjang sampai agak ke tengah, perahunya berputar sampai mendarat lagi.

Setelah jaring ditarik dari kiri dan kanan, pelan-pelan sampai di ujung jaring, seperti ikan paus yang menganga, jala Trawl yang bermata halus ini menunggu tangkapan ikan-ikan yang ada di antara jaring tadi untuk masuk. Ikan kecil maupun sedang semua tertangkap, tak ada yang lolos.

Sampai di pinggir, ikan tangkapan dimasukkan ke keranjang. Sebagian pengunjung pantai, langsung membeli ikan-ikan kecil yang masih bergeleparan meregang nyawa. Untuk ukuran pendatang, sekilo ikan Rp. 15-20 ribu sangatlah murah. Ikan segar yang sangat gurih hanya dengan digoreng saja.

Karena jaring jala yang bermata kecil, semua tangkapan berbagai macam biota laut: cumi-cumi, ubur-ubur, ikan buntal, teri, pethek, dan berbagai macam bayi ikan lainnya.

Ketika saya unggah di facebook hasil “tangkapan” tersebut, saya diprotes beberapa orang teman, dengan mengatakan: “Lepaskan bayi ikan balik ke laut.”

Saya pikir suruhan mereka ini main-main. Semula saya hanya berpikir, anak penyu saja yang wajib dilepaskan. Kebetulan, sore harinya Rabu 30 Agustus 2014, Pemda dan para penggiat lingkungan, mengagendakan acara pelepasan tukik (anak penyu) di pantai ini. Diharapkan beberapa anak penyu ini akan menjadi dewasa dan kembali ke pantai mereka berenang pertama kalinya dan bertelur untuk kelangsungan hidup anak cucu mereka. Anak cucu penyu, bukan anak cucu para penggiat lingkungan.

Ternyata, dalam istilah penggiat lingkungan, segala macam bayi ikan, bayi kepiting, dan bayi biota laut lainnya yang bukan merupakan tangkapan sasaran serta segala macam makhluk hidup di laut yang nantinya dibuang (sengaja atau tidak), dinamakan Tangkapan Sampingan (bycatch).

Sejak tahun 1997, menurut Wikipedia, Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), menyebut tangkapan sampingan ini secara tidak sengaja mempercepat penurunan jumlah ikan dan bisa dinamakan merupakan praktik pengambilan ikan secara berlebihan.

Tadinya, istilah Tangkapan Sampingan ini hanya mengacu pada kematian Lumba-lumba pada jaring nelayan penangkap ikan tuna.

Paling tidak saat ini ada empat cara yang dibilang merupakan Tangkapan Sampingan:

1.     Tangkapan yang bukan target utama tetapi diambil juga oleh nelayan

2.     Spesies yang dibuang oleh nelayan

3.     Tangkapan yang bukan ikan target, tetapi diambil baik untuk dijual atau dibuang

4.     Jenis biota lain, yang tidak punya nilai ekonomis seperti kerang-kerangan, burung laut, mamalia laut maupun bayi ikan hiu.

Sayangnya, banyak biota laut, yang menurut orang luar tidak memiliki nilai ekonomi, tetapi bisa menghasilkan uang di Banyuwangi. Dan menjadi bahan konsumsi sehari-hari. Misalnya, bayi ikan-ikan tadi. Karena rasanya sangat gurih, banyak orang yang justru menyukai bayi ikan. Bahkan bayi ikan hiu pun bisa kita temui di pasar. Telur penyu yang semestinya dilarang untuk diperjualbelikan, bisa gampang kita temui di pasar.

Jadi selain pelepasan tukik dengan upacaranya yang meriah, para penggiat lingkungan mulai saat ini juga harus memberi edukasi penyadaran baik kepada nelayan untuk melepas lagi, anak-anak ikan dan tangkapan lain yang tidak mereka jual. Misalnya ubur-ubur. Atau anak ikan hiu.

Dan juga penyadaran kepada konsumen, untuk tidak lagi mengkonsumsi ikan-ikan bayi (termasuk bayi hiu), agar nelayan pun tidak merasa kehilangan saat mereka menceburkan kembali anak-anak ikan ini, karena mereka tidak punya nilai ekonomis (artinya tak ada pembeli lagi).

Dari segi pemerintah, bisa juga diadakan pembatasan penjaringan ikan pada daerah tertentu. Atau jenis jala halus pada ujung jaring yang diatur penggunaannya. Diperlebar lubang mata jalanya misalnya.

Paling tidak, usulan untuk mengembalikan bayi ikan ini ke laut akan menjaga kelangsungan hidup biota laut, kelangsungan hidup nelayan, dan kekayaan laut Banyuwangi bisa lebih terjaga.

iwandear@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar