Antariksawan Jusuf, Bawa Budaya Using “Go” Internasional
Sosoknya sederhana, bersahaja. Namun semangatnya tak pernah
padam nguri-nguri buydaya Using. Dialah, Antariksawan Jusuf, putera asli
Banyuwangi yang go internasional. Salah satu karyanya yang paling bergengsi
adalah membuat makalah dalam mensuksekan pariwisata Banyuwangi di kancah
internasional. Terbaru, dia kembali mengharumkan Banyuwangi dalam ajang PATA
Gold Award 2016. Tak hanya itu, pelestarian bahasa Using menjadi jalur
perjuangannya di Banyuwangi. Seperti apa, kisahnya?
Meski berada di balik layar, Kang Iwan, sapaan akrab,
Antariksawan Jusuf, layak diacungi jempol. Setelah sukses mengangkat Banyuwangi
sebagai kota pariwisata dunia awal tahun 2016 lalu, kini penghargaan bergengsi
bidang pariwisata kembali direbut Banyuwangi. Yakni, penghargaan dari Organisasi
Pariwisata Asia Pasifik (PATA), yang mengganjar PATA Gold Award 2016 dalam
kategori Warisan Budaya dan Kebudayaan (Heritage and Culture: Lalare
Orchestra).
Kang Iwan mengisahkan, rasa bangga dan kecintaan yang
mendalam akan kampung halamannya yang membawanya pada lomba-lomba pariwisata
yang diikutinya. Penghargaan PATA ini
adalah penghargaan internasional tentang pariwisata kedua yang diterimanya
tahun ini. Sebelumnya ia juga menyabet penghargaan tertinggi pariwisata dari United Nations World Tourism Organisation
(UNWTO) yang diserahkan di Madrid Spanyol bulan Januari lalu.
Penghargaan PATA Gold Award tidak kalah bergengsinya dari
UNWTO karena keduanya melewati persaingan ketat 212 proprosal yang masuk dari
71 negara dan individu. Penghargaan lainnya untuk Indonesia adalah PATA Gold Award untuk Marketing – Primary
Government Destination: Total Solar Eclipse – Indonesia, yang menceritakan
suksesnya pemerintah Indonesia menjual fenomena alam gerhana matahari total.
Satu lagi adalah karya fotografi untuk kategori Travel Journalism – Travel
Photograph – Journey of the Wanderer yang dibuat oleh Handi Lakonso dan dimuat
dalam majalah inflight Garuda
Indonesia Colors.
Menurut Kang Iwan, yang juga ketua Paguyuban Sengker Kuwung
Belambangan (SKB) ini, ia menulis beberapa karya tentang pariwisata Banyuwangi.
Selain Lalare Orchestra, ia juga menulis soal bandara Banyuwangi baru yang
mengusung konsep green bandara dan
kuartet Warisan budaya Banyuwangi, yang tidak hanya berfungsi sebagai bahan
mainan anak-anak yang mendidik, tapi juga mengenalkan berbagai kekayaan
Banyuwangi kepada wisatawan di Banyuwangi, singkatnya kuartet tersebut bisa
juga sebagai bahan promosi wisata. Project
Banyuwangi, tentang Rumah Apung Bangsring, sebenarnya juga ditulis untuk ajang
PATA 2016 oleh Arif Wibowo, insinyur yang kembali untuk membangun kampungnya
Lulian (Olehsari). Tetapi rupanya nasib mengatakan lain. Tulisan mengenai
Bangsring tidak membuat dewan juri terkesima.
Mengapa Lalare Orkestra? “Judul selengkapnya adalah: Lalare
Orkestra – The Future of Traditional
Music Maestros. Di antara sekian banyak event dalam balutan Banyuwangi
Festival, Lalare Orkestra adalah yang juga mengemban misi pendidikan juga. Saya kira
nilai plusnya ada di situ. Meski baru sekali diselenggarakan, Lalare Orkestra
menyimpan bara semangat orang-orang Banyuwangi mencintai kesenian mereka
sendiri. Mereka ini adalah masa depan Banyuwangi. Kalau masih anak-anak saja
mereka bisa tampil dengan luar biasa begini, pasti di masa depan Banyuwangi akan
lebih baik dalam bidang keseniannya. Sementara daerah lain kesulitan mencari
anak-anak yang mau meneruskan kesenian tradisional daerahnya, Banyuwangi malah
berlimpah. Dan yang tampil dalam Lalare Orkestra adalah anak-anak terbaik yang
terpilih. Mereka ini aset besar Banyuwangi untuk tetap menjadi jujugan
pariwisata unggulan.”
Ia menambahkan: “Pariwisata Banyuwangi tak hanya
mengandalkan pantai yang indah, karang-karang laut yang terjaga, gunung berapi yang punya
kawah besar indah, tetapi saya kira yang lebih penting adalah orang-orangnya
yang mempunyai gairah besar untuk berkesenian, menjaga ritual adatnya, yang
menjaga kekayaan kulinernya, dan yang mempersiapkan generasi anak-anak untuk
menjaga semuanya.”
Kecintaannya pada masa depan anak-anak Banyuwangi, yang semestinya
mengemban pula warisan nenek moyang berupa Bahasa Using, membuat Kang Iwan
bersama teman-teman yang mempunyai visi sama, mendirikan Paguyuban Sengker
Kuwung Belambangan. Prihatin akan nasib Bahasa Using dan anak-anak yang
mewarisi bahasa ini, ia menerbitkan beberapa kumpulan cerita pendek, cerita
anak-anak dan buku-buku penunjang pelajaran sekolah.
“Mereka ini yang membawa obor Bahasa Using ke depan. Mereka
mesti didukung. Sayangnya, orang Banyuwangi tidak punya tradisi menulis tentang
bahasanya. Sehingga banyak ilmu dari orang-orang tua yang hilang begitu saja.
Orang-orang tua yang ilmu tentang Usingnya begitu banyak, akan membawa ilmu
mereka ke liang lahat kalau tidak segera ditulis dan dibukukan. Tanpa bahasa
Using, kesenian dan ritual adat Banyuwangi juga dalam bahaya. Karena semuanya
menggunakan bahasa Using.”
Untuk itu, Sengker beberapa kali mengadakan pelatihan
menulis menggunakan bahasa Using, mengadakan lomba mengarang memakai bahasa
Using dan membukukannya. Usaha inilah yang selama ini ia lakukan bersama
paguyuban SKB.
“Jadi menurut hemat saya, pemerintah juga harus punya
perhatian besar terhadap pelestarian bahasa Using supaya dapat menjaga roh
kesenian dan adat yang ingin mereka jaga sampai masa depan,” katanya.
Menurut Kang Iwan dari pembicaraanya dengan salah satu
pelatih dan penyusun program Lalare Orkestra, yaitu Moh. Syaiful guru SMPN1 Banyuwangi, melihat
performa Lalare Orkestra, masing-masing kecamatan ingin menampilkan orkestra
anak-anak mereka masing-masing. Hal ini akan menumbuhkan industri pendukung pariwisata
yang sangat bagus untuk Banyuwangi. Guru kesenian, pembuat gamelan, pelatih
tari otomatis akan mendapat cipratan dari pariwisata yang berkembang.
Menurut rilis yang dikeluarkan PATA, tahun 2016 ini ada 4 kategori yang diberi PATA Grand
Award, 26 PATA Gold Awards, dan satu Honorable Mention.
PATA adalah organisasi non-profit yang berurusan dengan
perkembangan travel dan pariwisata ke, dari dan dalam lingkungan Asia Pasifik.
Anggotanya terdiri atas 95 pemerintah, negara bagian dan badan pariwisata kota,
29 perusahaan penerbangan, bandara, perusahaan pelayaran, dan 63 institusi
pendidikan, serta ratusan perusahaan yang terlibat dalam industri pariwisata.
Tahun ini Indonesia akan menjadi tuan rumah konferensi PATA
yang akan berlangsung di Indonesia Convention and Exhibition (ICE) di Bumi
Serpong Damai, Tangerang Selatan, tanggal 7-9 September. Sementara penyerahan
hadiah akan dilaksanakan hari Jumat tanggal 9 September, saat berlangsungnya
PATA Travel Mart.
“Harapan saya sederhana hanya ingin menggali potensi
Banyuwangi. Dan ini bisa dilakukan siapa saja yang ingin membangun Banyuwangi.
Jadi warga generasi muda Banyuwangi bersama-sama kita berkarya,” pungkasnya
(Wid)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar