Kalau orang Banyuwangi ditanya, apa makanan khasnya? Segera
kita dapat jawaban seabreg: sega janganan/sega cawuk, rujak soto, pecel rawon,
rujak kecut, pecel pitik, pecel belencong dan masih banyak sederet lainnya.
Saat ditanya apa minuman khasnya? Angsle? Tidak bisa
dibilang khas karena banyak ditemui di daerah lainnya. Secang? Minuman
tradisional berbahan kayu yang menciptakan warna merah ini dimanfaatkan juga
oleh tempat lain sebagai minuman.
Memang, mengklaim sebuah makanan atau minuman untuk daerah
tertentu, tidak lah perlu orisinal 100 persen. Misalnya, pecel, rebusan sayuran
dengan bumbu kacang tanah, diklaim oleh Madiun, meski tempat lain, khususnya di
Jawa juga punya kebiasaan makan pecel yang sama persis. Pecelan Banyuwangi, meski
juga menggunakan sayuran yang lebih dari sepuluh macam, boleh dibilang khas,
karena agak berbeda dengan pecel yang ada di Jawa. Pecelan Banyuwangi, dengan
sayur lebih banyak, bumbu yang agak kasar, dan disiram kuah sayuran. Sementara
pecel Jawa, biasanya dikombinasikan dengan bumbu sambal tumpang, yang terbuat dari
tempe bosok. Jadi bolehlah menyebut pecelan Banyuwangi sebagai makanan khas.
Terus lagi misalnya dodol, makanan olahan ketan. Berbagai
daerah punya kebiasaan memasak dodol, termasuk Banyuwangi yang biasanya
berbahan ketan atau waluh kuning. Tapi nama dodol identik dengan kota Garut. Juga
jenang Kudus, yang mirip dengan dodol Garut. Sate identik dengan Madura, karena
penjualnya kebanyakan orang Madura, padahal di tempat lain juga seabrek yang
menyajikan sate. Mie ayam, diklaim oleh pulau Bangka. Sayur Asem diklaim oleh
Jakarta. Lontong Balap oleh Surabaya.
Jadi sebenarnya, soal klaim sah-sah saja kalau orang lain
juga mengakuinya. Dalam sebuah grup orang-orang Jember, mereka kebingungan mencari
sebenarnya makanan khas Jember apa? Suwar-suwir memang identik dengan Jember.
Tapi itu makanan cemilan. Makanan beratnya apa? Saya sempat mengusulkan, karena
Jember terkenal dengan pecel Garahan-nya dan produksi kedele Edamame-nya, saya
usulkan makanan khas Jember adalah pecel Garahan yang digabungkan dengan
Rempeyek Edamame. Jadi kalau ada pecel dengan rempeyek edamame itu berarti
pecel Jember. Yang tanpa rempeyek edamame berarti bukan pecel Jember.
Kasus tersebut sebenarnya mirip dengan Sego Tempong
Banyuwangi. Sego Tempong, hadir juga di daerah lain dengan nama sega sambelan,
sega penyetan dll. Hanya Banyuwangi, menamainya, mengklaimnya dan menambah
bahan khusus yang sulit ditemukan di tempat lain, yaitu terong welut.
Kembali ke klaim minuman. Hari ini saya membaca tulisan
koresponden Kompas.com Iraa Rachmawati soal dawet mawar yang berada di jalan
Letkol Istiqlah 80 Banyuwangi. Klaim saja ini khas Banyuwangi, karena gampang
ditiru oleh orang dari daerah lain. Tetapi kalau kita klaim terlebih dahulu, niscaya
Dawet Mawar akan menjadi minuman khas Banyuwangi.
Saya acungi jempol untuk pembuatnya, karena selain
menawarkan minuman yang mengandung bahan-bahan anti biotik, wangi bunga mawar,
inovasi ini mengedepankan produk lokal yang dibranding dengan baik. Sudah pas
kalau minuman ini dijadikan minuman khas Banyuwangi.
Cuma pekerjaan rumahnya tinggal satu lagi. Sebagai minuman
khas, mestinya gampang ditemukan dimana-mana di seluruh Banyuwangi. Tidak
seperti Kopi khas Banyuwangi. Kopi dari lereng timur gunung Ijen, sebenarnya
tersohor ke manca negara sebagai salah satu kopi terbaik di dunia. Bisa muncul
dengan nama Java Coffee, misalnya. Hanya saja, mencari kedai kopi yang
menyajikan kopi asli Banyuwangi yang dimasak dan disajikan dengan benar seperti
cafe-cafe internasional menyajikan produk kopinya, masih sulit ditemukan di Banyuwangi.
Padahal sekarang, selain Kopai Osing milik Pak Iwan Kemiren, ada beberapa merek
lain lagi yang beredar di pasar lokal. Mestinya, kedai-kedai kopi di
Banyuwangi, sudah mulai menghilangkan menu kopi sachetan murahan, kopi yang asal
hitam, dan menggantinya dengan kopi Banyuwangi yang diolah dengan benar. Meski
harganya sedikit lebih mahal.
Selamat datang minuman khas Banyuwangi: Dawet Mawar.
(iwandear@gmail.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar