Selasa, 01 Maret 2016

Obituari: Prof Ayu Sutarto


 Suatu sore setelah lebaran Juli 2015. Dalam medsos facebook saya menggunggah beberapa foto setelah berkeliling di Jember bagian utara, sepanjang jalan di atas sungai. Salah seorang yang memberi komen dalam foto itu adalah Professor Ayu Sutarto. Beliau mempersilahkan saya untuk mampir di sanggarnya yang asri di pinggir Kali Bedadung.
Selepas magrib saya menuju ke sanggar tersebut, bertepatan dengan Pak Ayu yang hendak meninggalkan rumahnya. Melihat saya datang, beliau yang hendak bersilaturahim ke tetangga, berbalik arah dan membawa saya ke sanggarnya.
Sebelumnya saya hanya mengenal beliau dari namanya yang sering disebut-sebut dalam perbincangan dengan budayawan Hasnan Singodimayan. Bahwa orang Pacitan ini sangat besar perhatiannya pada budaya Jawa Timur, khususnya Using, Tengger dan Madura.
Perkenalan lewat media sosial itu kemudian membawa pada pertukaran buku. Saya pernah memberikan beberapa buku berbahasa Using: Enam Mata Tentang Banyuwangi, Kembang Ronce, Markas Ketelon  dan Nawi BKL Inah.
Sore itu beliau menghadiahi saya sebuah dua buah buku. Sebenarnya ada buku yang ingin saya punyai dari beliau yaitu Kamus Budaya dan Religi Using. Tapi ternyata buku tersebut hanya tersedia di kampus Fak Sastra Universitas Jember, tempat beliau mengajar sehari-harinya. Akhirnya saya mendapatkan buku beliau lewat salah satu mahasiswanya.
“Senang  selalu menjadi yang pertama,” kata beliau. “Karena orang lain belum melakukannya.”
Memang beliau termasuk orang luar Banyuwangi yang mempunyai perhatian besar pada Banyuwangi. Oleh beberapa budayawan Banyuwangi, Pak Ayu dengan segala gelar dan jaringan akademisnya, selalu dianggap “membela” orang Banyuwangi dalam berbagai kesempatan.
Termasuk dalam ‘pembelaannya’ itu adalah terbitnya buku dongeng cerita rakyat Banyuwangi dan ensiklopedia bersampul merah itu.
Beliau sangat bangga dengan sanggarnya yang menjadi tempat pembelajaran anak-anak, tempat bermain, sekaligus oase penyejuk pada makin sedikitnya tempat bermain untuk anak-anak. Ada egrang, hulahop, dan berbagai mainan anak-anak yang tersusun rapi.
Di seberang tempat baca dan bermain anak-anak, ada lapangan kecil dan di sebelahnya lagi ada tempat yang paling beliau banggakan yaitu perpustakaannya yang berisi lebih dari 15.000 buku dan berbagai jurnal ilmiah. Tempat ini tidak hanya tempat baca. Di lantai atasnya, ada juga kamar yang bisa disewa untuk peneliti yang mau menginap. Di sebelah perpustakaannya, terdapat dapur kejujuran, di mana para tamu bisa membuat sendiri teh atau kopi, dan membayarnya pada tempat yang sudah disediakan. Saya katakan, USK Pinggir Kali Bedadung milik Prof Ayu, salah satu tempat jujugan wisata yang semestinya dipelihara dan menjadi percontohan untuk berbagai daerah. Misi menghidupkan dan nguri-uri budaya, sekaligus menjadi tempat akademisi menemukan berbagai rujukan untuk bacaan dan penelitian.
Pada akhirnya, saya mengemukakan  untuk memperbanyak lagi Kamus Budaya dan Religi Using. Beliau setuju, hanya dengan kompensasi yang digunakan untuk mendukung kehidupan USK. Saya setuju, meski belum sampai pada tahap membicarakan detilnya.
Terakhir, saya mendengar beliau masuk rumah sakit tanggal 14 Desember 2015, bertepatan dengan seminar bahasa Using yang diselenggarakan di pendopo Kabupaten. Direncanakan beliau akan menjadi salah satu pembicara dalam seminar tersebut. Tapi rupanya Yang Maha Berkehendak mempunyai rencana lain untuk beliau dengan memanggilnya tanggal 1 Maret 2016.
Prof. Ayu adalah pribadi yang ngemong, sangat bersahaja, merendah dengan kemampuannya yang luar biasa. Angkat topi untuk usahanya mendirikan USK dan menghidupinya dari kantong pribadi. Prof. Ayu adalah kekuatan yang menjadi sandaran banyak orang. Mudah-mudahan peninggalannya menjadi ladang amal yang tak berhenti mengalir untuk namanya yang saya yakin akan terus dikenang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar