Senin, 02 Maret 2015

Novum Etno, di mana Banyuwanginya?




 
Tanggal 28 Februari 2015 lalu, dua acara tentang Banyuwangi meramaikan sebuah akhir pekan di ibukota.

Pertama, peluncuran program Banyuwangi Festival 2015 yang diselenggarakan di Gedung Sapta Pesona kementrian Pariwisata. Kedua sebuah fashion show yang menjadi bagian Indonesian Fashion Week di Jakarta Convention Center.

Pada fashion show-nya, saya menemukan kekecewaan, mungkin pada saat mendapat undangan saya berharap terlalu tinggi seperti halnya orang-orang Banyuwangi yang datang pada acara yang berlabel Novum Etno, Colorful Banyuwangi by Priscilla Saputro.

Pada materi untuk persnya, dikatakan: Fashion show ini menyuguhkan warna-warni masyarakat Banyuwangi yang kental dengan seni dan budaya luhur yang kuat tetapi sekaligus muga masyarakat yang modern dan maju karena kota Banyuwangi ini terus berkembang menuju masyarakat yang maju dan berbudaya.

Dikatakan Priscilla memilih desain bertema Androgini, di mana unsur-unsur ketegasan pria diangkat dalam pakaian wanita, menjadikannya pakaian kerja wanita yang berkarakter kuat.

Pagelaran yang dibuka dengan gending Impen-impenan dari Krakatau, membawa suasana magis. Muncul beberapa peragawati mengenakan wig seperti omprok Seblang Ulih-ulihan. Ditambah dengan beberapa slides pemandangan Banyuwangi, dan secuil motif batik Gajah Uling dan sebagian dalam posisi yang miring. Selain itu tidak saya temukan sesuatu yang bisa mengingatkan orang akan Banyuwangi.

Andaikata, dari awal penonton tidak dijejali informasi bahwa ini pagelaran fashion Banyuwangi, saya yakin mereka tidak mengenali fashion show itu membawa sesuatu tentang Banyuwangi.

Memang upaya Pemda Banyuwangi untuk memajukan industri kreatif batik, dengan mengundang desainer luar yang sudah punya nama dalam industri perbatikan, perlu didorong lebih jauh.  

Dalam beberapa kali rangkaian 58 rancangan pakaian, saya yakin tidak lebih dari 10 baju yang saya kenali menggunakan batik Banyuwangi sebagai ornamennya.  Itu pun ada sebagian yang tidak benar letaknya. Sisanya lebih menekankan pada model baju siap pakai.

Suvenir dalam tas pun, berupa scarf bermerk Batik Nyonya Indo yang merupakan brand milik Priscilla. Memang ada tambahan udeng capil tongkosan, untuk tas yang disediakan untuk jurnalis. Sisanya tidak ada nama Virdes, Srikandi, Sritanjung, Sayu Wiwit, Pringgokusumo, Godho, Tatsaka, Salsa atau Tripikal. Paling tidak untuk menemani suvenirnya.

Tadinya saya berharap, pagelaran fashion Batik Banyuwangi ini menampilkan Gajah Uling, Kangkung Setingkes, Moto Pitik, Paras Gempal dan lainnya, yang dibalut dalam sebuah pagelaran baju rancangan desainer Yogya tersebut. Jadi memang betul-betul ada kolaborasi, sang desainer menggunakan unsur Banyuwangi untuk karyanya. Saya juga tadinya berharap, fashion show Banyuwangi ini menampilkan juga desain-desain batik baru yang dilombakan dalam Banyuwangi Batik Festival tahun lalu.

Mungkin harapan saya terlalu besar. Tapi dari profil websitenya, Priscilla memang lebih banyak bekerjasama dengan pembatik dari Yogya, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Jadi mungkin Banyuwangi hanya menjadi sekedar proyek dari ujung jauh di timur sana.

Mudah-mudahan penilaian saya salah. Pagelaran yang ditutup dengan gending Cakrak Ungkal di Jakarta Convention Center tersebut, mudah-mudahan tak membuat batik Banyuwangi terus “turu sing kathik bantal.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar