Tanggal 28 Februari 2015 lalu, dua
acara tentang Banyuwangi meramaikan sebuah akhir pekan di ibukota.
Pertama, peluncuran program
Banyuwangi Festival 2015 yang diselenggarakan di Gedung Sapta Pesona kementrian
Pariwisata. Kedua sebuah fashion show yang menjadi bagian Indonesian Fashion
Week di Jakarta Convention Center.
Pada fashion show-nya, saya
menemukan kekecewaan, mungkin pada saat mendapat undangan saya berharap terlalu
tinggi seperti halnya orang-orang Banyuwangi yang datang pada acara yang
berlabel Novum Etno, Colorful Banyuwangi by Priscilla Saputro.
Pada materi untuk persnya,
dikatakan: Fashion show ini menyuguhkan warna-warni masyarakat Banyuwangi yang
kental dengan seni dan budaya luhur yang kuat tetapi sekaligus muga masyarakat
yang modern dan maju karena kota Banyuwangi ini terus berkembang menuju
masyarakat yang maju dan berbudaya.
Dikatakan Priscilla memilih desain
bertema Androgini, di mana unsur-unsur ketegasan pria diangkat dalam pakaian
wanita, menjadikannya pakaian kerja wanita yang berkarakter kuat.
Pagelaran yang dibuka dengan
gending Impen-impenan dari Krakatau, membawa suasana magis. Muncul beberapa
peragawati mengenakan wig seperti omprok Seblang Ulih-ulihan. Ditambah dengan
beberapa slides pemandangan Banyuwangi, dan secuil motif batik Gajah Uling dan
sebagian dalam posisi yang miring. Selain itu tidak saya temukan sesuatu yang bisa
mengingatkan orang akan Banyuwangi.
Andaikata, dari awal penonton
tidak dijejali informasi bahwa ini pagelaran fashion Banyuwangi, saya yakin
mereka tidak mengenali fashion show itu membawa sesuatu tentang Banyuwangi.
Memang upaya Pemda Banyuwangi
untuk memajukan industri kreatif batik, dengan mengundang desainer luar yang
sudah punya nama dalam industri perbatikan, perlu didorong lebih jauh.
Dalam beberapa kali rangkaian 58
rancangan pakaian, saya yakin tidak lebih dari 10 baju yang saya kenali menggunakan
batik Banyuwangi sebagai ornamennya. Itu
pun ada sebagian yang tidak benar letaknya. Sisanya lebih menekankan pada model
baju siap pakai.
Suvenir dalam tas pun, berupa
scarf bermerk Batik Nyonya Indo yang merupakan brand milik Priscilla. Memang
ada tambahan udeng capil tongkosan, untuk tas yang disediakan untuk jurnalis.
Sisanya tidak ada nama Virdes, Srikandi, Sritanjung, Sayu Wiwit, Pringgokusumo,
Godho, Tatsaka, Salsa atau Tripikal. Paling tidak untuk menemani suvenirnya.
Tadinya saya berharap, pagelaran
fashion Batik Banyuwangi ini menampilkan Gajah Uling, Kangkung Setingkes, Moto
Pitik, Paras Gempal dan lainnya, yang dibalut dalam sebuah pagelaran baju
rancangan desainer Yogya tersebut. Jadi memang betul-betul ada kolaborasi, sang
desainer menggunakan unsur Banyuwangi untuk karyanya. Saya juga tadinya
berharap, fashion show Banyuwangi ini menampilkan juga desain-desain batik baru
yang dilombakan dalam Banyuwangi Batik Festival tahun lalu.
Mungkin harapan saya terlalu
besar. Tapi dari profil websitenya, Priscilla memang lebih banyak bekerjasama
dengan pembatik dari Yogya, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Jadi mungkin Banyuwangi
hanya menjadi sekedar proyek dari ujung jauh di timur sana.
Mudah-mudahan penilaian saya
salah. Pagelaran yang ditutup dengan gending Cakrak Ungkal di Jakarta
Convention Center tersebut, mudah-mudahan tak membuat batik Banyuwangi terus “turu sing
kathik bantal.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar