Rabu, 25 Maret 2015

Peluncuran Kuartet Banyuwangi


Peluncuran Permainan Kuartet Banyuwangi

BANYUWANGI, 20 Maret 2019: Organisasi mandiri Sengker Kuwung Belambangan (SKB), menerbitkan kartu permainan dengan sentuhan baru, yang dinamakan Eskabe’s Kuartet Banyuwangi.

“Permainan ini tidak hanya akan menambah kekayaan khasanah permainan anak Banyuwangi, tetapi bisa juga sekaligus menjadi suvenir pariwisata Banyuwangi,” kata Ketua SKB Antariksawan Jusuf.

Menurut PLT Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi M. Bramuda yang hadir pada peluncuran Kuartet Banyuwangi, kuartet ini menjadi propoganda yang bagus untuk pariwisata Banyuwangi.

Untuk turis asing, mereka sekaligus bisa mempelajari banyak hal tentang Banyuwangi. “Bahkan kuartet ini sudah dipesan oleh Ketua BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing, seperti TOEFL-red) di Bali sebagai bahan pelajaran,” tambah Antariksawan yang akrab dipanggil Iwan. Dalam waktu senggangnya, wisatawan bisa mengisi waktu dengan bermain sekaligus mengetahui kekayaan warisan yang dipunyai Banyuwangi.

Kuartet Banyuwangi bisa juga menjadi bahan ajar guru untuk mengenalkan murid-muridnya tentang kekayaan warisan alam yang ada pada daerah mereka. Bermain sekaligus belajar.

“Anak-anak dikenalkan pada tempat-tempat bersejarah, yang mungkin sebelumnya mereka tidak tahu. Dikenalkan pada tempat-tempat wisata. Pada kekayaan sayuran Banyuwangi yang tidak dipunyai tempat lain,” kata Iwan.

Permainan kuartet ini bisa dimainkan mulai dari usia anak-anak sampai dewasa, minimal 3 orang.

Terdapat delapan seri gambar, yang masing-masing serinya terdiri atas empat kartu. Dalam Kuartet Banyuwangi’s Heritages series ini, delapan kategori judulnya adalah:

1.       Kota Kerajaan Blambangan (Macan Putih, Ulupangpang, Kutha Lateng, Bayu)

2.       Tempat Wisata (Ijen, Pulau Merah, Boom, Kemiren)

3.       Tradisi (Petik Laut, Seblang, Barong Ider Bumi, Kebo-keboan)

4.       Kesenian (Gandrung, Janger, Angklung, Kundaran)

5.       Sayur (Belencong, Bobohan, Kelentang, Kelor)

6.       Makanan (Rujak soto, Sego Cawuk, Sego Tempong, Rujak Cemplung)

7.       Tempat Bersejarah (Inggrisan, Pengadilan, Gudang Boom, Pabrik Gula Sukowidi)

8.       Binatang (Penyu, Banteng, Tamban, Kidang)

Aturan mainnya:

Setelah kartu dikocok, dibagikan, masing-masing pemain mendapat empat buah kartu. Sisa tumpukan kartu, di taruh di bawah. Dari kartu yang ada di tangan tersebut, pemain harus melengkapi satu seri dengan cara memintanya kepada lawan mainnya. Misalnya, seorang pemain memegang kartu SAYUR, berjudul Belencong, berarti dia harus meminta BOBOHAN, KELENTANG atau KELOR. Sampai menjadi satu seri lengkap, lantas kartu bisa diturunkan (tidak dimainkan lagi).

Seorang pemain yang diminta, harus menyerahkan kartunya, apabila dia punya. Kalau tidak, pemain yang mendapat giliran meminta, mengambil satu kartu sisa yang ada di tumpukan. Giliran pemain lain yang akan meminta kartu. Begitu seterusnya sampai kartu habis, dan delapan seri terkumpul.
Ada lagi varian lain yang membuat permainan lebih menarik dan lebih lama, yaitu pada saat pemain A meminta sebuah kartu pada pemain B, dan ternyata pemain B punya, pemain B tidak menyodorkan kartu tersebut, tetapi menyuruh pemain A untuk memilih dari semua kartu yang ada pada tangan pemain B. Sehingga bisa jadi kartu yang diambil adalah bukan kartu yang diinginkannya.

Sampai kartu habis, bisa ditentukan siapakah yang paling banyak mendapat seri kartu, dia lah pemenangnya.

 

Paguyuban mandiri bernama Sengker Kuwung Belambangan yang bertujuan untuk menjaga, melestarikan dan menegakkan budaya Belambangan dengan melakukan berbagai dokumentasi, pelatihan dan festival.

Kamis, 05 Maret 2015

Kuartet Banyuwangi


KUARTET BANYUWANGI

Eskabe’s Kuartet Banyuwangi, merupakan sebuah permainan lama yang diberi sentuhan baru.

Permainan ini bisa dimainkan mulai dari usia anak-anak sampai dewasa. Minimal tiga anak/orang.

Terdapat delapan seri gambar, yang masing-masing serinya terdiri atas empat kartu. Dalam Kuartet Banyuwangi’s Heritages series ini, delapan kategori judulnya adalah:

1.       Kota Kerajaan Blambangan (Macan Putih, Ulupangpang, Kutha Lateng, Bayu)

2.       Tempat Wisata (Ijen, Pulau Merah, Boom, Kemiren)

3.       Tradisi (Petik Laut, Seblang, Barong Ider Bumi, Kebo-keboan)

4.       Kesenian (Gandrung, Janger, Angklung, Kundaran)

5.       Sayur (Belencong, Bobohan, Kelentang, Kelor)

6.       Makanan (Rujak soto, Sego Cawuk, Sego Tempong, Rujak Cemplung)

7.       Tempat Bersejarah (Inggrisan, Pengadilan, Gudang Boom, Pabrik Gula Sukowidi)

8.       Binatang (Penyu, Banteng, Tamban, Kidang)

Aturan mainnya:

Setelah kartu dikocok, dibagikan, masing-masing pemain mendapat empat buah kartu. Sisa tumpukan kartu, di taruh di bawah. Dari kartu yang ada di tangan tersebut, pemain harus melengkapi satu seri dengan cara memintanya kepada lawan mainnya. Misalnya, seorang pemain memegang kartu SAYUR, berjudul Belencong, berarti dia harus meminta BOBOHAN, KELENTANG atau KELOR. Sampai menjadi satu seri lengkap, lantas kartu bisa diturunkan (tidak dimainkan lagi).

Seorang pemain yang diminta, harus menyerahkan kartunya, apabila dia punya. Kalau tidak, pemain yang mendapat giliran meminta, mengambil satu kartu sisa yang ada di tumpukan. Giliran pemain lain yang akan meminta kartu. Begitu seterusnya sampai kartu habis, dan delapan seri terkumpul.

Sampai kartu habis, bisa ditentukan siapakah yang paling banyak mendapat seri kartu, dia lah pemenangnya.

Nilai tambah permainan:

1.       Kartu ini bisa menjadi permainan yang mendidik untuk anak-anak. Mereka dikenalkan kepada berbagai warisan kebudayaan dan alam yang ada di Banyuwangi. Mereka jadi mengenal, beberapa tempat wisata, tempat bersejarah, makanan dan lain-lain.

2.       Untuk anak-anak yang baru belajar membaca, permainan ini bisa menjadi latihan membaca.

3.       Untuk anak-anak yang lebih besar, bisa menjadi pemicu mereka untuk mengetahui lebih jauh.

4.       Untuk para guru, permainan ini bisa menjadi sarana belajar dan bermain.

5.       Untuk para turis, selain bisa untuk bermain menghabiskan waktu bersama teman, bisa juga menjadi promosi mengenalkan warisan budaya dan alam pada mereka.

6.       Sebagai oleh-oleh, kartu ini dapat mengenalkan Banyuwangi pada orang-orang lain dan dapat menimbulkan keingintahuan mereka tentang Banyuwangi.

 

Kuartet ini diterbitkan oleh sebuah paguyuban bernama Sengker Kuwung Belambangan yang bertujuan untuk menjaga, melestarikan dan menegakkan budaya Belambangan dengan melakukan berbagai dokumentasi, pelatihan dan festival.

Seluruh kegiatan organisasi ini diselenggarakan dengan cara mandiri, tidak menggunakan dana APBD. Salah satunya adalah dengan menerbitkan permainan kuartet ini.

Senin, 02 Maret 2015

Novum Etno, di mana Banyuwanginya?




 
Tanggal 28 Februari 2015 lalu, dua acara tentang Banyuwangi meramaikan sebuah akhir pekan di ibukota.

Pertama, peluncuran program Banyuwangi Festival 2015 yang diselenggarakan di Gedung Sapta Pesona kementrian Pariwisata. Kedua sebuah fashion show yang menjadi bagian Indonesian Fashion Week di Jakarta Convention Center.

Pada fashion show-nya, saya menemukan kekecewaan, mungkin pada saat mendapat undangan saya berharap terlalu tinggi seperti halnya orang-orang Banyuwangi yang datang pada acara yang berlabel Novum Etno, Colorful Banyuwangi by Priscilla Saputro.

Pada materi untuk persnya, dikatakan: Fashion show ini menyuguhkan warna-warni masyarakat Banyuwangi yang kental dengan seni dan budaya luhur yang kuat tetapi sekaligus muga masyarakat yang modern dan maju karena kota Banyuwangi ini terus berkembang menuju masyarakat yang maju dan berbudaya.

Dikatakan Priscilla memilih desain bertema Androgini, di mana unsur-unsur ketegasan pria diangkat dalam pakaian wanita, menjadikannya pakaian kerja wanita yang berkarakter kuat.

Pagelaran yang dibuka dengan gending Impen-impenan dari Krakatau, membawa suasana magis. Muncul beberapa peragawati mengenakan wig seperti omprok Seblang Ulih-ulihan. Ditambah dengan beberapa slides pemandangan Banyuwangi, dan secuil motif batik Gajah Uling dan sebagian dalam posisi yang miring. Selain itu tidak saya temukan sesuatu yang bisa mengingatkan orang akan Banyuwangi.

Andaikata, dari awal penonton tidak dijejali informasi bahwa ini pagelaran fashion Banyuwangi, saya yakin mereka tidak mengenali fashion show itu membawa sesuatu tentang Banyuwangi.

Memang upaya Pemda Banyuwangi untuk memajukan industri kreatif batik, dengan mengundang desainer luar yang sudah punya nama dalam industri perbatikan, perlu didorong lebih jauh.  

Dalam beberapa kali rangkaian 58 rancangan pakaian, saya yakin tidak lebih dari 10 baju yang saya kenali menggunakan batik Banyuwangi sebagai ornamennya.  Itu pun ada sebagian yang tidak benar letaknya. Sisanya lebih menekankan pada model baju siap pakai.

Suvenir dalam tas pun, berupa scarf bermerk Batik Nyonya Indo yang merupakan brand milik Priscilla. Memang ada tambahan udeng capil tongkosan, untuk tas yang disediakan untuk jurnalis. Sisanya tidak ada nama Virdes, Srikandi, Sritanjung, Sayu Wiwit, Pringgokusumo, Godho, Tatsaka, Salsa atau Tripikal. Paling tidak untuk menemani suvenirnya.

Tadinya saya berharap, pagelaran fashion Batik Banyuwangi ini menampilkan Gajah Uling, Kangkung Setingkes, Moto Pitik, Paras Gempal dan lainnya, yang dibalut dalam sebuah pagelaran baju rancangan desainer Yogya tersebut. Jadi memang betul-betul ada kolaborasi, sang desainer menggunakan unsur Banyuwangi untuk karyanya. Saya juga tadinya berharap, fashion show Banyuwangi ini menampilkan juga desain-desain batik baru yang dilombakan dalam Banyuwangi Batik Festival tahun lalu.

Mungkin harapan saya terlalu besar. Tapi dari profil websitenya, Priscilla memang lebih banyak bekerjasama dengan pembatik dari Yogya, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Jadi mungkin Banyuwangi hanya menjadi sekedar proyek dari ujung jauh di timur sana.

Mudah-mudahan penilaian saya salah. Pagelaran yang ditutup dengan gending Cakrak Ungkal di Jakarta Convention Center tersebut, mudah-mudahan tak membuat batik Banyuwangi terus “turu sing kathik bantal.”

Wisata Banyuwangi dan janji 2,5 milyar


 
 
Tanggal 28 Februari 2015 lalu, dua acara tentang Banyuwangi meramaikan sebuah akhir pekan di ibukota.

Pertama, peluncuran program Banyuwangi Festival 2015 yang diselenggarakan di Gedung Sapta Pesona kementrian Pariwisata. Kedua sebuah fashion show yang menjadi bagian Indonesian Fashion Week di Jakarta Convention Center.

Saat meluncurkan Banyuwangi Festival 2015, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Beberapa jam sebelumnya, di Gedung Sapta Pesona kementrian Pariwisata, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dan Menteri Pariwisata Arief Yahya, menggelar peluncuran

Menteri Pariwisata berjanji akan membantu menggelontorkan 1,5 milyar untuk membantu tiga acara wisata Banyuwangi, yaitu International Tour de Banyuwangi-Ijen, Festival Gandrung Sewu dan Banyuwangi Ethno Carnival.

Tahun ini Banyuwangi Festival menggelar 38 acara, termasuk Festival Toilet Bersih sampai Festival Kuwung.

Untuk mencapai target 50 ribu wisatawan, Banyuwangi disarankan untuk membuat Master Plan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Sementara memang Banyuwangi menyumbang sekitar 15 tempat wisata, lebih banyak dibanding Jember (3) dan Situbondo (1).

Infrastruktur yang menunjang pariwisata juga akan dibangung: 1. Perpanjangan landasan Bandara Blimbingsari dari 1800 meter menjadi 2500 meter agar bisa didarati pesawat jet, tidak lagi hanya turboprop yang menggunakan baling-baling, 2. Pelebaran jalan Banyuwangi-Blimbingsari, serta 3. Mensertifikasi 100 anak Banyuwangi dengan standar ASEAN. Dan disarankan membangun Marina. Selain mengundang banyak kapal wisata, juga menciptakan pemandangan yang indah.

Banyuwangi juga akan dipromosikan dalam 3B yaitu Bali, Banyuwangi, Bromo. Karena Banyuwangi secara internasional belum dikenal, masih harus ditempelkan ke brand yang lebih mendunia yaitu Bali.

Menteri Pariwisata, bahkan memberi insentif lain. “Kalau tahun 2015 ini wisatawan asing mencapai 50.000 orang , saya akan beri 2,5 milyar tahun depan.”

Ada dua catatan saya tentang launching yang megah tersebut: 1. Audio CD yang dibawakan untuk mengiringi dua tari Banyuwangi yang kurang bagus, akan berbeda kalau dibawakan live. 2. Icon BEC lengkap dengan kostum yang lebih identik dengan Jember Fashion Carnaval. Lengkap dengan lensa mata yang lebih mirip binatang daripada orang. Sama sekali tidak ada unsur Banyuwanginya apalagi memperlihatkan kekayaan budaya Banyuwangi. Masih banyak kostum berunsur Banyuwangi yang bisa ditampilkan, ada Gandrung, Barong, Kebo-keboan, Seblang yang berakar dalam masyarakat, tinggal memolesnya kalau hendak ditampilkan lebih sebagai marketing gimmick. 

 Mudah-mudahan, Banyuwangi cepat membuat lompatan.