Senin, 12 Mei 2014

Polesan untuk Pariwisata Banyuwangi

(Artikel dari Hani Z. Noor yang dimuat oleh Radar Banyuwangi 11 Mei 2014. Saya tambah beberapa poin lagi, barangkali bisa menjadi pertimbangan)

Saya sudah melihat banyak perkembangan yang menggembirakan dalam pariwisata Banyuwangi. Pemda yang menggelontor event berbulan-bulan, sangat memanjakan wisatawan. Apakah itu Festival Keluwung, Tour de Ijen, Gandrung Sewu, atau BEC.
   Kondisi boom yang sekarang sudah bisa dinikmati pun membuat saya berpikir, memang perlu polesan-polesan kecil untuk membuat Banyuwangi lebih menarik.
   Misalnya beberapa usulan berikut:

  1. Papan informasi di berbagai tempat. Informasi yang menarik, yang memberi pemahaman latar belakang sejarah, dapat mencerahkan wisatawan. Misalnya daerah pelabuhan Boom yang sekarang kelihatan tidak menarik, akan berbeda apabila ada keterangan: “Pelabuhan ini, dulu sebagai tempat ekspor pisang ke Australia. Tahun 1924, ekspor pisang ke Australia mencapai 187.802 tandan. Sejak 1913, Banyuwangi sudah mengekspor pisang. Departemen Pertanian Hindia Belanda memulainya dengan mengirim ahli buah-buahan Mr. Westendorp ke Banyuwangi dan melihat prospek ekspor pisang. Lantas ia mengambil bibit dari Buitenzorg (Bogor). Kantornya menhabiskan 600 gulden untuk budidaya pisang ambon, untuk membagi 18 ribu bibit pisang kepada penduduk Banyuwangi. Dan juga menanam bibit pisang seluas 5 bahu sebagai cadangan.” (Sumber jurnal Strungking edisi 3, Koseba).
  1. Dengan bermodalkan papan informasi, banyak hal yang bisa digali. Misalnya mereproduksi tiruan Tugu Penthol yang ada di depan pojok Pendopo Kabupaten. Dengan diberi keterangan bahwa tugu ini merupakan tanda batas kekuasaan VOC dan Regent atau bupati jaman kolonial. Tentu sangat menarik untuk foto-foto para wisatawan. Atau bisa juga untuk icon-icon lain.
  1. Pasar sebagai tujuan wisata. Pasar Banyuwangi sebenarnya menyimpan potensi sebagai tujuan wisata. Kalau pasar dibangun dengan bersih, tidak ada sampah dan tidak bau, akan menjadi tempat yang sangat nyaman dikunjungi. Tidak seperti pasar tengah kota yang saya lihat sekarang ini, mengganggu kenyamanan pengguna jalan karena pedagang tetap saja tidak patuh berjualan dibalik pagar besi. Mereka menggelar dagangannya diluar pagar besi, ditambah lagi kendaraan pembeli yang di parkir dibagian luarnya semakin membuat sempit jalan yang seharusnya bisa dilalui kendaraan dengan lapang. Keberadaan pasar kota ini membuat pemandangan pertokoan terlihat kumuh dan tidak rapi karena para pedagang sayur dan ikan berada di bahu jalan, di trotoar bahkan menempel di teras toko. Seharusnya mereka mulai didisiplinkan untuk berjualan di dalam los pasar sejak awal berjualan di pagi atau sore hari. Sehingga tidak perlu lagi banyak petugas satpol PP mengobrak-abrik mereka ketika jam tujuh pagi mereka harus berpindah tempat jualan. Dan penting juga memberi keterangan tentang apa saja yang unik di pasar tersebut. Untuk turis domestik dari daerah lain, menarik untuk mengetahui bahwa orang Banyuwangi menjual kelor sebagai sayuran. Karena di tempat lain, kelor hanya untuk memandikan mayat. Di tempat lain, kelor diyakini bisa mengeluarkan susuk dalam tubuh. Jadi orang Banyuwangi tidak ada yang pakai susuk. Belum lagi ada kelenthang, bahan utama sego tempong yaitu terong welut, ada bobohan, ada gundho, dan ada belencong yang tidak ada di daerah lain. Dan juga ikan laut di Banyuwangi sangat segar. Berbeda dengan tempat lain yang bandengnya kadang bau tanah karena dipelihara di empang atau tambak, bandeng laut Banyuwangi, menyajikan rasa yang memanjakan lidah. Karena masih segar, tanpa pengawet baik es maupun formalin.Tapi jangan sampai ada lagi, orang yang berjualan telur penyu, yang menunjukkan orang Banyuwangi tidak pro-kehidupan penyu yang merupakan binatang dilindungi. Wisatawan yang pro-lingkungan membenci ini dan akan membuat promosi yang jelek tentang Banyuwangi.
  1. Youth Hostel. Kebesaran Banyuwangi tak hanya harus dinikmati oleh kalangan berduit saja, yang bisa tinggal di hotel-hotel berbintang. Banyak anak-anak muda yang berkantong pas-pasan tetapi ingin menikmati Banyuwangi juga. Jangan meremehkan kaum ini sekarang. Mereka ini yang sangat narsis dan selalu ingin menyebar apa yang dikerjakannya kepada teman-temannya. Ini promosi gratis. Mungkin saja mereka ini tidak secara langsung membawa wisatawan, tetapi promosi gratisnya sangat menguntungkan. Mereka cukup bisa terima tempat tidur yang berupa kasur tingkat, satu kamar berempat atau berenam, kamar mandi bersama (namanya Youth Hostel). Tak perlu ada pelayanan berupa makan pagi. Karena mereka sudah menemukan penjual sego cawuk, sego tempong atau nasi bungkus yang harganya juga masih bisa mereka jangkau.
  1. Memberi piagam. Untuk para pendaki yang sudah tiga atau lima atau sepuluh kali mendaki Ijen, berdasarkan buku tamu yang terdapat di Paltuding, bisa dibikinkan piagam. Hal kecil ini bisa jadi kebanggaan wisatawan dan mendorong mereka untuk selalu kembali ke Ijen. Ada sebuah penerbangan, yang memberi piagam untuk orang yang melewati garis equator, sesuatu yang kecil tapi membuat penumpang senang menyimpannya sebagai kenang-kenangan.

Saya tambah beberapa poin lagi:

  1. Menyebar brosur-brosur ke sekolah-sekolah seluruh Jawa dan Bali, untuk menghabiskan liburannya di Banyuwangi. Apa saja yang bisa dilakukan. Dengan Ijen bisa didaki dalam hitungan menit dengan bis, sangat gampang dicapai oleh rombongan anak sekolah.
  1. Menyebar virus pertunjukan malam minggu. Saat ini yang ada pertunjukan malam minggu pertama tiap bulan di halaman Taman Blambangan, barangkali bisa ditularkan menjadi pertunjukan di kecamatan-kecamatan lain. Sehingga turis dan wisatawan lainnya bisa mengunjungi daerah lain.
  1. Tempat kerajinan. Banyuwangi mempunyai tempat kerajinan, misalnya pengrajin batik. Tetapi tak satupun tempat pembatik yang layak ditampilkan untuk turis yang berkunjung. Mestinya Dinas Perindustrian dan Perdagangan, bisa menyediakan tempat, dimana turis bisa melihat proses membatik, ikut membatik dan hasil batikannya bisa mereka bawa sebagai oleh-oleh. Atau ada pelayanan yang mengirim hasil karya mereka. Atau bisa juga disediakan satu sentra aneka kerajinan, misalnya di satu blok terdiri dari beberapa stand yang bisa disewakan untuk para pengrajin. Bisa beberapa stand batik, stand kerajinan gerabah, stand kerajinan anyaman.
  1. Tempat latihan menabuh gamelan, yang rutin diadakan pada jam-jam tertentu.Wisatawan dapat ikut berlatih kalau perlu.
  1. Museum mainan Banyuwangi, agar bisa untuk mengajari anak-anak Banyuwangi sendiri mencintai nagarinya. Mengenalkan dan mengajak mereka menikmati permainan-permainan, membuatnya sendiri. Ada workshop setiap hari minggu. Para wisatawan bisa membuat sendiri suvenirnya dan membawanya pulang.
  1. Pusat Jajanan Tradisional mungkin perlu dikembangkan, di lokasi yang strategis dan khusus makanan tradisional Banyuwangi yang boleh dijajakan. Misalnya, jajanan pasar: Orog-orog, kulpang, jenang gelimpang, lak-lak, lempog gedhang, dll. Makanan khas: sego cawuk, lontong pecel janganan bali ontong, sego tempong, dll.
  1. Tetapi yang juga tak kalah penting, membuat akses yang layak menuju tempat-tempat wisata. Jalanan yang rusak adalah hal pertama yang diingat oleh wisatawan.

2 komentar:

  1. Kari apik rujukane riko!, Kadung yo ditambahi Gedung Budaya khang biso dienggo saben dino ring poro seniman. teruso nulis kang ojo mandek.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kesuwun kang Ade Nan, isun mung biso ngewani usulan, hang biso mujudaken yo pemda. Taping, Gedung Budaya kan wis ono? Taman Blambangan hang apik iku...

      Hapus