Minggu, 13 Maret 2016

Langkah kecil dalam catatan perjalanan Bahasa Using

Tanggal 6 Maret 2016 yang lalu, ada satu peristiwa yang di masa datang bisa tercatat sebagai salah satu langkah penting, sebuah tonggak bersejarah, dalam perjalanan perjuangan, perkembangan dan pelestarian Bahasa Using.
Hari itu, sebuah tabloid mingguan yang terbit di Banyuwangi yaitu "Bisnis Banyuwangi" untuk pertama kalinya memuat sebuah cerita pendek berbahasa Using di salah satu halamannya. Kebetulan cerita pendek tersebut ditulis oleh cerpenis muda Banyuwangi Nur Holipah dengan judul "Patung Gandrung".
Halaman Cerpen berbahasa Using itu akan menjadi sebuah bagian yang hadir secara
rutin setiap minggunya. Memang jika melihat ukurannya yang hanya setengah halaman terlihat sepele. Tetapi untuk perkembangan bahasa Using, kehadirannya menjadi amat sangat signifikan. Mengapa? Inilah untuk pertama kalinya bahasa Using mendapat tempat dalam sebuah penerbitan media cetak umum secara rutin. Setengah halaman itu memberi ruang yang begitu besar bagi bahasa Using untuk terus berkembang.
Selama ini memang bahasa Using tidak banyak diberi peluang untuk berkembang dalam bentuk bahasa tulis. Bahasa Using lebih berkembang dalam bahasa tutur lewat lagu-lagu tradisional, lewat basanan dan wangsalan atau dalam percakapan-percakapan.
Saat ini media yang masih secara rutin diterbitkan dengan menggunakan Bahasa Using adalah majalah Lontar Using yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Jawa Timur. Tetapi rentang penerbitannya yang hanya enam bulan sekali dan ditambah dengan jangkauan distribusinya yang terbatas, majalah Lontar Using kurang menimbulkan dampak yang luas, terutama pada masyarakat umum sebagai penutur bahasa Using.
Sebelumnya, juga ada diterbitkan beberapa buku berbahasa Using di luar buku-buku pelajaran sekolah dan penunjangnya, yang diterbitkan secara mandiri, antara lain oleh Sengker Kuwung Belambangan, sebuah organisasi yang mempunyai perhatian kepada perkembangan bahasa Using. Buku-buku tersebut misalnya; kumpulan cerita:Kembang Ronce, Jala Sutera, dan Markas Ketelon. Kumpulan artikel: Nggesahaken Seni lan Sastra Banyuwangi dan Enam Mata Tentang
Banyuwangi. Novel: Nawi BKL Inah dan Niti Negari Bala Abangan dan buku penunjang pelajaran sekolah: Isun Dhemen Basa Using dan Nganggit Nganggo Basa Using.
Koran Radar Banyuwangi pernah memuat cerpen berbahasa Using sebanyak tiga judul dalam edisi minggunya, setelah itu selesai.
Jadi keberanian mingguan "Bisnis Banyuwangi" menyediakan halaman berbahasa Using sungguh seperti oase yang menyegarkan yang selama ini ditunggu-tunggu oleh para pegiat Bahasa Using.
Dengan adanya halaman yang didedikasikan menggunakan bahasa Using, diharapkan dapat memperluas jangkauan distribusi media berbahasa Using ke berbagai lapisan masyarakat. Para pengguna bahasa Using dapat menikmati karya sastra dalam bahasa Using lebih sering. Munculnya karya sastra yang lebih banyak ini juga memberi peluang berkembangnya bahasa Using. Karena pengarang seringkali memunculkan istilah dan lema baru yang belum tercatat dalam Kamus Bahasa Daerah Using-Indonesia yang sejak penerbitannya tahun 2002 lalu belum pernah diperbaharui.
Saya berharap, koran Bisnis Banyuwangi di masa mendatang, bisa memberi halaman lebih luas lagi untuk bisa mewadahi bentuk tulisan lain, tidak hanya sekedar cerpen. Karena untuk menjadi sebagai sebuah bahasa yang utuh, bahasa Using juga harus bisa dan banyak digunakan dalam berbagai bentuk tulisan lainnya: artikel populer, esai, pelajaran, reportase bahkan bahasa ilmiah.
Ayo, ikut menulis dalam halaman tersebut. Itu akan jauuuuh lebih mulia daripada sekedar berdebat apakah bahasa Using itu merupakan sebuah bahasa atau dialek, atau berebut merasa paling benar soal penulisan ejaan sementara ejaan yang baku sudah memiliki pedomannya dan sudah pula diajarkan di sekolah sejak tahun 2007.
Mungkin tidak ada keuntungan material dari langkah kecil upaya pelestarian ini karena ini bukan sebuah proyek yang berharap dan bergantung pada kucuran dana dari manapun. Akan tetapi percayalah, bahwa suatu saat nanti, upaya ini akan menjadi catatan indah dalam perjalanan perkembangan dan pelestarian Bahasa Using.
Kadhung kepingin basa Using iki ngadeg jejeg, aja mung abrak-abrak belarak, aja mung omong kelamong.
Mayo, gancang siapaken naskahe, padha milu nguri-uri basa Using, kadhung dudu awak dhewek hang nguripi aju sapa maning?.
Untuk ikut berpartisipasi dalam cerpen bahasa Using, tulis 6000 karakter atau kurang lebih tiga halaman, dan kirim ke: basausing@gmail.com.

Selasa, 01 Maret 2016

Obituari: Prof Ayu Sutarto


 Suatu sore setelah lebaran Juli 2015. Dalam medsos facebook saya menggunggah beberapa foto setelah berkeliling di Jember bagian utara, sepanjang jalan di atas sungai. Salah seorang yang memberi komen dalam foto itu adalah Professor Ayu Sutarto. Beliau mempersilahkan saya untuk mampir di sanggarnya yang asri di pinggir Kali Bedadung.
Selepas magrib saya menuju ke sanggar tersebut, bertepatan dengan Pak Ayu yang hendak meninggalkan rumahnya. Melihat saya datang, beliau yang hendak bersilaturahim ke tetangga, berbalik arah dan membawa saya ke sanggarnya.
Sebelumnya saya hanya mengenal beliau dari namanya yang sering disebut-sebut dalam perbincangan dengan budayawan Hasnan Singodimayan. Bahwa orang Pacitan ini sangat besar perhatiannya pada budaya Jawa Timur, khususnya Using, Tengger dan Madura.
Perkenalan lewat media sosial itu kemudian membawa pada pertukaran buku. Saya pernah memberikan beberapa buku berbahasa Using: Enam Mata Tentang Banyuwangi, Kembang Ronce, Markas Ketelon  dan Nawi BKL Inah.
Sore itu beliau menghadiahi saya sebuah dua buah buku. Sebenarnya ada buku yang ingin saya punyai dari beliau yaitu Kamus Budaya dan Religi Using. Tapi ternyata buku tersebut hanya tersedia di kampus Fak Sastra Universitas Jember, tempat beliau mengajar sehari-harinya. Akhirnya saya mendapatkan buku beliau lewat salah satu mahasiswanya.
“Senang  selalu menjadi yang pertama,” kata beliau. “Karena orang lain belum melakukannya.”
Memang beliau termasuk orang luar Banyuwangi yang mempunyai perhatian besar pada Banyuwangi. Oleh beberapa budayawan Banyuwangi, Pak Ayu dengan segala gelar dan jaringan akademisnya, selalu dianggap “membela” orang Banyuwangi dalam berbagai kesempatan.
Termasuk dalam ‘pembelaannya’ itu adalah terbitnya buku dongeng cerita rakyat Banyuwangi dan ensiklopedia bersampul merah itu.
Beliau sangat bangga dengan sanggarnya yang menjadi tempat pembelajaran anak-anak, tempat bermain, sekaligus oase penyejuk pada makin sedikitnya tempat bermain untuk anak-anak. Ada egrang, hulahop, dan berbagai mainan anak-anak yang tersusun rapi.
Di seberang tempat baca dan bermain anak-anak, ada lapangan kecil dan di sebelahnya lagi ada tempat yang paling beliau banggakan yaitu perpustakaannya yang berisi lebih dari 15.000 buku dan berbagai jurnal ilmiah. Tempat ini tidak hanya tempat baca. Di lantai atasnya, ada juga kamar yang bisa disewa untuk peneliti yang mau menginap. Di sebelah perpustakaannya, terdapat dapur kejujuran, di mana para tamu bisa membuat sendiri teh atau kopi, dan membayarnya pada tempat yang sudah disediakan. Saya katakan, USK Pinggir Kali Bedadung milik Prof Ayu, salah satu tempat jujugan wisata yang semestinya dipelihara dan menjadi percontohan untuk berbagai daerah. Misi menghidupkan dan nguri-uri budaya, sekaligus menjadi tempat akademisi menemukan berbagai rujukan untuk bacaan dan penelitian.
Pada akhirnya, saya mengemukakan  untuk memperbanyak lagi Kamus Budaya dan Religi Using. Beliau setuju, hanya dengan kompensasi yang digunakan untuk mendukung kehidupan USK. Saya setuju, meski belum sampai pada tahap membicarakan detilnya.
Terakhir, saya mendengar beliau masuk rumah sakit tanggal 14 Desember 2015, bertepatan dengan seminar bahasa Using yang diselenggarakan di pendopo Kabupaten. Direncanakan beliau akan menjadi salah satu pembicara dalam seminar tersebut. Tapi rupanya Yang Maha Berkehendak mempunyai rencana lain untuk beliau dengan memanggilnya tanggal 1 Maret 2016.
Prof. Ayu adalah pribadi yang ngemong, sangat bersahaja, merendah dengan kemampuannya yang luar biasa. Angkat topi untuk usahanya mendirikan USK dan menghidupinya dari kantong pribadi. Prof. Ayu adalah kekuatan yang menjadi sandaran banyak orang. Mudah-mudahan peninggalannya menjadi ladang amal yang tak berhenti mengalir untuk namanya yang saya yakin akan terus dikenang.