Minggu, 11 Juni 2017

Asal ungkapan "Aja kakehan sereyat"

Bahasa Using Banyuwangi, mengenal kata /sereyat/ dan biasanya digunakan dalam sebuah frasa /kakehan sereyat/ atau /aja kakehan sereyat/.

Menurut budayawan Hasnan Singodimayan, kata ini berkembang jaman peralihan masa sebelum Islam ke masa di mana Islam memasuki Blambangan. Sebagai informasi, Blambangan merupakan salah satu kerajaan Hindu terakhir yang ada di Pulau Jawa. Menurut sejarahwan penulis buku Perebutan Hegemoni Blambangan, Dr. Sri Margana, Belanda berkepentingan untuk mengislamkan daerah ini untuk meredam perlawanannya yang terus-menerus terhadap Belanda. Sejak pertengahan 1770-an ada beberapa petinggi kerajaan Blambangan yang beralih keyakinan menjadi pemeluk Islam.
Dari agama baru yang mereka anut, terdapat aturan-aturan yang tidak sesuai dengan kepercayaan penduduk sebelumnya. Dalam praktiknya, sering terjadi ada orang yang ingin mengingatkan bahwa perbuatan tertentu tidak sesuai dengan syariat agama. Dan reaksi orang yang diingatkan adalah: “Aja kakehan syariat” (maksudnya syariat agama Islam). Dengan berjalannya waktu, kata “syariat” ini berubah menjadi “sereyat”, dan artinya pun berkembang.

Saat ini, kata /sereyat/, dalam Kamus Bahasa Daerah Using-Indonesia, berarti:

1.       Aturan; ketentuan

2.       (dalam percakapan) tingkah; ulah

Sementara /kakehan sereyat/ artinya:

1.       Terlalu banyak aturan

2.       Terlalu banyak tingkah

Kata /sereyat/ saat ini, lebih banyak digunakan dalam frasa /aja kakehan sereyat/ atau /kari kakehan sereyat/, yang arti /sereyat/nya merujuk pada ‘terlalu banyak tingkah’, dalam berbagai hal dan situasi.

Dalam sebuah situasi, misalnya, anak kecil yang terjatuh karena ulahnya tidak bisa diam saat sedang bermain dengan teman-temannya, saat menangis dan menuju ke orang tuanya, sang ayah menghardik dengan mengatakan: “Kakehan sereyat, paran!” ‘terlalu banyak tingkah, sih!”

Semoga berguna.

iwandear@gmail.com